Ekspor menjadi perhatian, apalagi belakangan harga komoditas andalan Indonesia seperti minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan karet mengalami penurunan. Kenyataan itu dapat memicu lemahnya penerimaan pajak.
Kendati demikian, ada harapan dari konsumsi rumah tangga yang bermuara pada setoran pajak. Tekad pemerintah yang berupaya agar harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik tidak naik hingga pengujung 2019 patut diapresiasi sebagai upaya menjaga daya beli masyarakat.
Administrasi perpajakan
Dari sisi administrasi perpajakan, masih ada ruang berupa peningkatan kepatuhan wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan. Satu contohnya dari sisi kepatuhan, yaitu pengisian surat pemberitahuan (SPT) yang tenggat waktunya berakhir 31 Maret 2018.
Ditjen Pajak Kemenkeu mencatat realisasi rasio kepatuhan SPT Orang Pribadi pada 2018 sebesar 63,9 persen. Menurut Dirjen Pajak Robert Pakpahan, angka itu meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebesar 58,9 persen.
Berdasarkan data yang dihimpun Ditjen Pajak Kemenkeu hingga 31 Maret 2018, tercatat ada 10.589.648 laporan SPT WP Orang Pribadi yang masuk. Jumlah laporan SPT pajak tahun 2017 meningkat 14,01 persen dibanding jumlah laporan SPT pajak pada 2016 yang sejumlah 9.288.386.
Melihat tren yang ada, dipastikan pada 2019 nanti ada potensi peningkatan rasio kepatuhan maupun laporan SPT yang masuk. Hal itu jelas menjadi aura positif di tengah ketidakpastian perekonomian yang dikhawatirkan berdampak kepada penerimaan pajak.
Adapun hal lain yang tak kalah krusialnya adalah memaksimalkan AEoI alias pertukaran data informasi keuangan demi kepentingan perpajakan. Petugas pajak harus memaksimalkan AEoI sehingga pengecekan kebenaran pelaporan harta yang meliputi penghasilan dan pajak terutang dalam SPT pajak tahunan menjadi akurat.
Hal tersebut penting mengingat data tersebut akan disesuaikan dengan data keuangan, seperti saldo rekening yang berasal dari lembaga keuangan domestik maupun luar negeri melalui program AEoI.
Intinya, Ditjen Pajak Kemenkeu harus hati-hati menjalankan kebijakan tersebut. Jangan sampai timbul keresahan di kalangan wajib pajak, terutama wajib pajak orang pribadi, mengingat ada kekhawatiran harta wajib pajak di luar yang terkena kewajiban perpajakan diutak-atik.
Di sinilah pentingnya petugas pajak tetap berpegang pada seluruh aturan perpajakan yang berlaku, mulai level UU hingga peraturan dirjen pajak.
Bicara UU, hal lain yang perlu dipikirkan demi keberlangsungan penerimaan pajak adalah revisi UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Bak ditelan bumi, revisi UU ini belum menemui kejelasan.
Tahun politik yang ditandai pemilihan umum dan pemilihan presiden makin memperparah situasi. Iktikad baik pemerintah dan DPR merupakan syarat utama dari revisi UU tersebut.
Relevansi dengan kondisi kekinian dan masa depan membuat UU KUP harus diubah. Dengan demikian, UU itu bukan hanya menjadi aturan di atas kertas, melainkan menjadi dasar perpajakan yang mumpuni bagi petugas pajak maupun wajib pajak.
Semua yang dipaparkan di atas tidaklah mudah, namun bukan tidak mungkin diwujudkan. Hal itu termasuk memutus rekor 10 tahun beruntun short fall penerimaan pajak.
Mungkinkah? Hanya waktu yang akan menjawab semuanya...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.