Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nilai Tukar Rupiah Stabil, Kunci Jaga Inflasi Tahun 2019

Kompas.com - 03/01/2019, 10:30 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa inflasi sepanjang 2018 adalah 3,13 persen. Angka tersebut cukup menggembirakan karena berada di bawah sasaran inflasi 2018, yakni 3,5 persen Angkanya juga turun dibandingkan inflasi tahun lalu sebesar 3,61 persen.

Tahun 2019, sasaran inflasi masih sama yakni 3,5 persen. Pemerintah diharapkan bisa menjaga inflasi di bawah sasaran, bahkan lebih rendah dari capaian sebelumnya.

Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan, permasalahan kunci yang berpengaruh besar terhadap inflasi adalah nilai tukar rupiah.

Saat rupiah tertekan terhadap dollar AS, inflasi terjadi cukup tinggi. Belakangan, pemerintah bisa menstabilkan nilai tukar rupiah di kisaran Rp 14.000 sehingga inflasi mulai terjaga.

"Nilai tukar bergerak, ditambah harga minyak naik, maka ongkos produksi lebih mahal. Tapi pemerintah dengan kebijakannya bisa mengendalikan," ujar Arif di kantor KEIN, Jakarta, Rabu (2/1/2019).

Arif menyebut stabilitas nilai tukar menjadi tantangan pemerintah ke depan. Pemerintah perlu menjaga stabilitas harga agar inflasi tetap di bawah asumsi APBN. Inflasi juga idealnya berada di bawah target pertumbuhan ekonomi untuk menjaga daya beli masyarakat.

Dengan demikian, masyarakat bisa menghemat pengeluaran dan tak habis untuk membeli kebutuhan yang harganya melambung akibat inflasi.

"Masyarakat punya keleluasaan untuk menabung atau beli kebutuhan lain karrna ada space untuk bentuk pengeluaran lain," kata Arif.

Selain itu, sumber devisa melalui kegiatan ekspor juga harus lebih didorong agar neraca perdagangan seimbang, bahkan surplus. Jika neraca perdagangan membaik, maka nilai tukar rupiah bisa stabil dan turun hingga akhir tahun.

Sementara dari sisi komoditas, pendorong inflasi terbesar salah satunya beras. Begitu harga beras ataupun bahan makanan lainnya naik, maka inflasi semakin lebar.

Menurut Arif, pemerintah harus menjaga keseimbangan antara suplai produksi maupun dari sisi demand. Potensi kenaikan harga harus sejak awal diantisipasi. Misalnya, saat panen raya, ada kecenderungan harga turun karena suplai melimpah. Namun, jangan sampai harga tersebut merugikan petani.

"Misal harga telur, masalah utamanya soal pakan. Maka kebijakan yang diambil kemarin salah satu langkah bagus sehingga peternak dapat sumber pakan dengan harga baik, dicampur dengan para produsen pakan jagung juga dapatt harga yang baik menimbulkan stabilitas harga level telur atau daging ayam," kata Arif.

Terkait inflasi bahan makanan dalam lima tahun terakhir, KEIN mencatat ada penurunan signifikan dibandingkan periode lima tahun sebelumnya. Ada penurunan rata-rata inflasi sebesar 36 persen. Arif mengatakan, sebelumnya inflasi bahan makanan selalu lebih tinggi daripada inflasi umum.

Untuk menjaga daya beli, semestinya inflasii bahan makanan harus berada di bawah atau memiliki gap tipis terhadap inflasi umum.

"BPS selalu mengingatkan, tolong jaga inflasi bahan makanan karena sangat berpengaruh ke garis kemiskinan," kata Arif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com