Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Lea Jeans di Tangan Generasi Kedua

Kompas.com - 06/01/2019, 13:11 WIB
Erlangga Djumena

Editor

Sumber

Hati Leo pun luluh. Begitu kelar kuliah S2, ia langsung pulang ke Indonesia dan membantu sang ayah di perusahaan sebagai sales manager. Namun, hanya kurang lebih dua bulan. Maklum, dia tidak senang dengan dunia penjualan.

Lalu, Leo dipindah ke bagian promosi dan komunikasi pemasaran. “Sampai sekarang saya di bagian itu. Saya dari dulu memang suka dengan desain, mengonsep promosi. Itu saya memang suka,” ucapnya.

Walau sudah mengenal lingkungan perusahan lantaran ketika pulang ke tanah air sewaktu masih kuliah di AS sering ikut ayahnya ke pabrik, bukan berarti pekerjaan Leo di awal-awal baik-baik saja. Ritme kerja sang ayah dan karyawan ternyata bertolak belakang dengan dirinya.

“Itu membuat saya hampir menyerah,” ungkapnya.

Baca juga: Kisah Theresia Gouw, Kelahiran Indonesia yang Jadi Kapitalis Ventura Perempuan Terkaya di AS

Tetapi kedua kakaknya terus menyemangati. Intinya mereka mengatakan, kalau bukan kita siapa lagi yang meneruskan bisnis sang ayah.

“Saya merenungkan ucapan kakak saya. Betul juga apa yang mereka ucapkan. Dari situ saya mulai mencoba untuk menjalani kembali. Tak terasa sekarang sudah 14 tahun,” tutur Leo.

Bahkan, dia mulai melakukan terobosan-terobosan di Lea Jeans. Oh, iya, kata Lea sendiri diambil dari nama kakak pertamanya.

Terobosan pertama, memangkas biaya Lea Store yang merupakan gerai mandiri alias stand alone. Gedung-gedungnya milik sendiri.

Bagi Leo, biaya Lea Store, yang mulai ada sejak 1998 dan kini jumlahnya 30-an gerai yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia, sangat besar. Bangunan Lea Store terdiri dari dua hingga empat lantai. Padahal, yang terpakai hanya lantai dasar.

“Kenapa tidak disewakan saja, setidaknya bisa menutup biaya. Jadi, mana gerai yang enggak menguntungkan, saya pindah ke bangunan satu lantai dan sewa,” beber dia.

Terobosan kedua, melakukan rebranding Lea Jeans. Sebab, logonya sudah usang.

“Masyarakat Indonesia, kan, sudah tahu logo Lea Jeans. Jadi, kalau saya modernisasi sedikit, ya, tidak masalah. Itu saya berdebat panjang lebar sama papa, berantem kami tentang logo,” sebut dia yang akhirnya bisa meyakinkan sang ayah.

Kemudian terobosan ketiga, mengembangkan produk. Leo membawa merek Lea Jeans mengarah ke modis. Sebab, penjualan yang perputarannya paling cepat justru bukan jin, melainkan produk top dan aksesori, seperti kaos, topi, serta bandana. Nah, ini yang tidak pernah ayahnya lakukan.

Cuma lagi-lagi, meyakinkan sang ayah bukan main susahnya. Sebab, pola pikir generasi pertama sebagai founder adalah, dengan apa yang sudah ada usaha tetap jalan. Sementara generasi kedua melihat ke depan.

“Jadi, untuk meyakinkan generasi pertama, saya rasa menjadi problem terbesar dalam setiap bisnis keluarga. Kami sebagai anak harus berantem dengan orangtua, itu, kan, tidak enak rasanya,” kata Leo.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com