Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengurai Permasalahan dan Isu Pailit yang Dialami Produsen Taro

Kompas.com - 11/01/2019, 15:36 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Produsen salah satu makanan ringan Taro, PT Tiga Pilar Sejahtera Food, dikabarkan mengalami kepailitan dalam menjalankan perusahaan.

Isu ini mulai muncul ketika tersebar informasi bahwa jumlah tagihan utang yang harus dilunasi oleh perusahaan sebesar Rp 498 miliar pada Oktober 2018.

Padahal, merek makanan ringan tersebut masih banyak tersebar di berbagai gerai makanan, mulai dari warung biasa hingga pusat perbelanjaan modern.

Profil perusahaan

PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF) adalah sebuah perusahaan yang memproduksi beragam merek makanan ringan. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan kode AISA sejak 2003 ini sudah berdiri sejak 1992.

Pada 1959 perusahaan didirikan oleh Tan Pia Sioe bersama sahabatnya Tan Sian Kak. Saat itu, mereka memproduksi bihun dengan nama Perusahaan Bihun Cap Cangak Ular di Sukoharjo.

Namun, seiring perkembangan waktu dan permintaan beragam jenis makanan, perusahaan berubah menjadi PT Tiga Pilar Sejahtera Food.

Hingga saat ini, TPSF berpusat di Jakarta dan memiliki pabrik produksi di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

Standar produksi yang tinggi, membuat perusahaan ini tumbuh membesar dari waktu ke waktu hingga produknya tersebar luas di pasaran Indonesia dan menjadi pilihan masyarakat.

Baca juga: Hengky Koeswanto Resmi Jadi Dirut Baru Tiga Pilar Sejahtera

Produk

PT Tiga Pilar Sejahtera Food memiliki beberapa merk produk makanan, salah satu yang paling terkenal adalah makanan ringan Taro.

Taro yang awalnya hanya memiliki satu rasa, saat ini sudah hadir dengan beberapa pilihan bumbu, seperti rumput laut dan sapi panggang, dan BBQ.

Selain Taro, ada pula beberapa merek makanan ringan lain yang diprodksi TPSF misalnya permen asam Gulas, Mie Kremez, Growie, Bravo, Krekerz, dan beberapa produk mie olahan.

Kabar Pailit

Beberapa bulan terakhir, informasi perusahaan pailit karena tidak mampu menyelesaikan tanggungan utang yang ada.

Dilansir dari Kontanyang dimuat pada 7 Oktober 2018, total tagihan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang ditanggung TSPF senilai lebih dari Rp 498 miliar.

Menurut pengurus PKPU, Djawoto Jawono, tagihan itu terdiri dari Rp 427,93 miliar dan 4,54 juta dollar AS.

Pendundaan pembayaran utang itu kemudian banyak diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan menyelesaikan beban utangnya sehingga dikabarkan mengalami pailit atau kebangkrutan.

Baca juga: Tiga Pilar Sejahtera Terancam Pailit

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com