Akibatnya, SMK lebih banyak mencetak lulusan, bukan mencetak tenaga kerja.
Ketiga, persolan guru. Bambang mendapatkan informasi dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bahwa tak banyak guru produktif atau guru yang ahli sesuai bidang kejuruan di SMK tersebut.
"Persentasenya sama bahkan kalah dengan guru normatif. Guru normatif itu guru agama, guru bahasa, guru untuk pelajaran yang bukan inti dari SMK itu," kata dia.
Untuk mengurai satu per satu akar masalah itu, pemerintah pusat bersama Pemda kata Bambang, sudah memulai melakukan terobosan. Di antaranya mendirikan SMK-SMK percontohan di beberapa daerah.
SMK percontohan fokus kepada kebutuhan tenaga kerja di daerah tersebut. Misalnya SMK yang fokus ke industri furniture lantaran daerahnya memiliki keunggulan di bidang usaha furniture.
Sementara terkait dengan keterbatasan guru produksi, pemerintah akan menarik lebih banyak tenaga ahli di bidangnya untuk mengajar atau menjadi instruktur di SMK.
"Banyak orang yang tidak hanya pensiunan, tetapi orang yang sudah bekerja di bidangnya tetapi mau jadi instruktur," kata dia.
Vokasional training
Menteri Hanif melihat pentingnya memperbaiki akses dan mutu vokasional training bagi siswa SMK. Ketiga hal itu yakni kualitas, kuantitas dan persebaran yang merata.
Dari sisi kualitas, Hanif menilai lulusan SMK maupun SDM Indonesia pada umumnya memiliki hal itu. Buktinya kata dia, para pelajar Indonesia kerap berjaya di berbagai ajang olimpiade pendidikan.
Justru kata Hanif, persoalan ada pada kuantitas. SDM yang memiliki kualitas jempolan masih terbatas. Selain itu persebaranya juga hanya terpusat dibeberapa kota
Oleh karena itu, vokasional training harus diperbanyak dan tersebar di berbagai daerah. Hal ini juga penting sembari menunggu perbaikan di SMK.
Baca juga: BPS: Jumlah Pengangguran Berkurang 40.000 Orang
"Kalau ketiga ini tidak sama maka akan terjadi ketimpangan dan problem investasi. Misal investor masuk ke Sukabumi membutuhkan 100 orang yang memiliki standar internasional. Apa akan ketemu? Saya jamin ketemu tetapi mungkin 1, 2 atau 3 orang saja," ucapnya.
Menurut dia, peningkatan mutu vokasional training bagi siswa SMK sangat penting untuk memperbaiki profil ketenagakerjaan di Indoensia.
Saat ini dari 131 juta angkatan kerja pada 2018, sekitar 58 persennya merupakan lulusan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).
Sementara itu, rata-rata masyarakat Indonesia yang mengecap pendidikan nasional hanya 8,8 tahun.
"Jadi masih ada pekerjaan kita untuk meningkatkan partisipasi pendidikan formal," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.