Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak "E-Commerce", Suara Sendu dan Jalan Tengah

Kompas.com - 15/01/2019, 07:11 WIB
Yoga Sukmana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Belum genap seminggu diumumkan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik sudah ditentang.

Bahkan sebelum berlaku 1 April 2019 nanti, aturan penegasan terkait pajak e-commerce ini diminta untuk ditunda dan dikaji ulang, sambil menunggu adanya kajian bersama.

Aturan yang dibuat Menteri Keuangan Sri Mulyani itu bahkan dinilai minim studi, uji publik, sosialisasi hingga kesepakatan dengan pelaku usaha.

Tak hanya itu, aturan tersebut juga  dinilai bisa mematikan pertumbuhan UMKM. Sebab sebagain besar penjual di platform marketplace e-commerce adalah UMKM.

Baca juga: idEA: Harusnya Ada Studi soal Pajak E-Commerce

Semua kritikan itu mengalir dari Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA).

"Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak dari antara pengusaha mikro yang masih pada level coba-coba. Belum tentu mereka bertahan dalam beberapa bulan ke depan," ujar Ketua Umum idEA Ignatius Untung.

Suara sendu

Menteri Keuangan Sri Mulyani bukan tak tahu menahu aturan baru yang ia buat dihujani keluhan pelaku usaha. Dalam acara seminar di Hotel Grand Sahid Jaya, perempuan yang kerap disapa Ani itu bicara soal "suara sendu" itu.

"Kami tidak melakukan kebijakan perpajakan baru, yang sekarang ini (pajak e-commerce) mungkin sedang diributin," ujarnya, Senin (14/1/2019).

"Padahal yang kami atur adalah tata laksananya. Namun ini juga sesuatu yang sangat sensitif di Indonesia," sambung Sri Mulyani.

Peraturan yang dimuat dalam PMK-210 ini semata-mata terkait tata cara dan prosedur pemajakan, tak ada penetapan jenis atau tarif pajak baru bagi pelaku e-commerce.

Di antaranya, kewajiban penyedia platform marketplace wajib memiliki NPWP dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Ada juga kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penyediaan layanan platform marketplace kepada pedagang dan penyedia jasa.

Baca juga: Tak Mau Gaduh, Sri Mulyani Janji Hati-Hati Pungut Pajak E-Commerce

Sementara untuk pedagang dan penyedia jasa diantaranya harus memberitahukan NPWP Kepa da penyedia platform marketplace dan membayar pajak sesuai ketentuan.

Bila UMKM atau omzet di bawah Rp 4,8 miliar setahun, maka tarif PPh-nya hanya 0,5 persen dari omzet. Sedangkan untuk yang beromzet di atas Rp 4,8 miliar dalam setahun, maka harus membayar PPh sesuai ketentuan yang ada.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menilai, sebagian masyarakat Indonesia masih begitu sensitif bila mendengar kebijakan yang terkait dengan pajak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com