JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek fase I menuai kritik. Tak tanggung-tanggung, kritik itu dilontarkan oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Orang nomor dua di pemerintahan Indonesia itu menilai pembangunan proyek itu tak efisien. Sebab, proyek nilai proyek itu dianggap terlalu mahal dan konsepnya elevated atau jalur layang.
Nilai proyek yang membentang dari Bekasi Timur hingga Dukuh Atas itu mencapai Rp 29,9 triliun. Nilai tersebut terdiri atas sarana, pra sarana, dan interest during construction (IDC).
Untuk per kilometernya, proyek tersebut dihargai sekitar Rp 500 miliar.
“Kalau LRT-nya di tengah kota, itu perlu elevated. Tapi kalau di luar kota, tidak perlu elevated karena lebih murah membebaskan lahan daripada membangunnya (jalur layang)," ujar Kalla saat ditemui di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (14/1/2019).
Baca juga: Wapres Kalla: LRT di Luar Kota Tak Perlu Elevated
Kalla pun mempertanyakan siapa konsultan pembangunan proyek ini. Menurut dia, konsep pembangunan LRT Jabodebek dengan biaya selangit ini tak tepat.
“Membangun LRT ke arah Bogor dengan elevated. Ya buat apa elevated kalau hanya berada di samping jalan tol? Dan biasanya light train itu tidak dibangun bersebelahan dengan jalan tol, harus terpisah," ujar Kalla.
"Tapi bangunnya gitu. Itu kemungkinan, siapa konsultan yang memimpin ini sehingga biayanya Rp 500 miliar per kilometer? Kapan kembalinya kalau dihitungnya seperti itu?" lanjut Kalla.
Jawaban Adhi Karya
Mendapat kritikan dari orang nomor dua di Indonesia, pelaksana proyek LRT Jabodebek PT Adhi Karya (persero) Tbk pun buka suara.
Direktur Operasional II Adhi Karya, Pundjung Setya Brata mengatakan, harga LRT Jabodebek masih terbilang kompetitif ketimbang di negara lain.
"Kalau bicara per kilometer Rp 500 miliar dibandingkan dengan MRT dan sebagainya, apalagi dibandingkan Singapura harga kita cukup kompetitif," ujar Pundjung di Jakarta, Senin (14/1/2019).
Bila dibandingkan dengan proyek LRT Jakarta yang digarap PT Jakpro, biaya konstruksi per kilometernya memang terbilang lebih murah.
LRT Jakarta yang hanya sepanjang 5,8 kilometer itu membutuhkan biaya Rp 1,08 triliun per kilometernya.
Sementara, bila dibandingkan dengan proyek LRT Palembang, biayanya memang terpaut lebih mahal.