Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalau Mau Sejahtera, Jadi Petani...

Kompas.com - 15/01/2019, 08:08 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pertanian menyusun berbagai berbagai strategi untuk mendongkrak hasil tani dan peternakan.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, ada sejumlah peluang yang harus dimanfaatkan ke depannya. Caranya, dengan pemanfaatan teknologi untuk mengubah pertanian tradisional menjadi pertanian modern.

"Tanpa teknologi mustahil kita bersaing dengan negara lain. Tanpa pertanian modern, tanpa bibit unggul, tanpa teknologi, tidak bisa bersaing," kata Amran di Jakarta, Senin (14/1/2019).

Amran mengatakan, transformasi pertanian tradisional ke modern bisa menekan biaya hingga 40 persen dan juga hemat waktu. Jika sebelumnya panen butuh 25 hari, bisa menjadi 3 jam. Proses menanam selama 20 hari, bisa jadi 3 jam.

Baca juga: Pemerintah Mau Bikin Jalan Aspal Karet, Petani Bisa Dapat Untung

"Biaya produksi turun, tapi produktivitas tinggi dan plant index jadi naik 2-3 kali per tahun," kata Amran.

Salah satu caranya adalah dengan membangunkan rawa tidur. Biasanya rawa tidak produktif di musim hujan karena terendam air. Nanun, Kementan ingin mengubahnya menjadi lahan gembur untuk ditanami meski musim hujan sekalipun.

Kementan menargetkan ada 10 juta hektar rawa yang dibangunkan kembali. Rencananya, tahun ini ada 500.000 hektar rawa yang dimodifikasi.

"Di sana kita cetak padi, bebek, ikan, ayam. Intinya kita produksi protein dan karbo. Karbo dari padi, proteinnya dari ikan sehingga petani kita sejatera dan kalau belanja ke pasar hanya beli pakaian," kata Amran.

Sebelumnya kata Amran, produksi tani di lahan rawa hanya 2 ton. Setelah uji coba dalam dua tahun terakhir dengan memodifikasi 41.000 hektar, ternyata produksinya berlipat menjadi enam ton. Dalam setahun petani bisa menanam dua kali di lahan tersebut.

"Sehingga petani bisa meningkat pendapatannya enam kali lipat," kata dia.

Baca juga: 291 Permentan Dicabut, Investasi Pertanian Melonjak 110 Persen

Selain itu, biaya pembuatan cetak sawah juga lebih murah. Sebelumnya untuk cetak sawah butuh Rp 16 juta. Sementara untuk cetak rawa hanya butuh Rp 5 juta.

Teknologi berikutnya yang akan dikembangkan adalah jagung. Diketahui, jagung masih menjadi salah satu masalah pertanian karena jumlahnya terbatas. Baru-baru ini juga pemerintah menambah stok impor jagung karena langka. Jika sebelumnya sudah ada teknologi jagung tongkol dua, berikutnya Kementan akan mengembangkan jagung tongkol tiga.

"Untuk tongkol tiga nanti produksinya bisa 20 ton," kata Amran.

Selain itu, untuk peternakan Kementan telah mengembangkan sapi jenis Belgian Blue yang beratnya mencapai 2 ton. Jauh dibandingkan dengan sapi lokal yang rata-rata hanya seberat 0,3 ton.

Mulanya Kementan ingin membeli langsung sapi itu dari Belanda, namun dianggap sapi itu tak cocok hidup di Indonesia. Akhirnya Kementan membeli sperma sapi seharga Rp 15 juta per tetes dan dikembangkan oleh Ditjen Peternakan.

Hingga kini, sudah ada 99 ekor sapi Belgia yang dipelihara. Amran mengatakan, di Jawa Timur, ada yang menawar sapi itu sehatga Rp 200 juta. Jika dipelihara 5 ekor, maka harganya mencapai Rp 1 miliar.

"Kalau 10 ekor saja Rp 2 miliar sudah setara dengan gaji menteri 10 tahun. Kesimpulannya, kalau mau sejahtera, jadi petani," kata Amran.

Di samping itu, Kementan juga mengembangkan populasi sapi dengan menginjeksi sperma ke sapi siap bunting. Dengan program tersebut, kata Amran, populasi sapi meningkat tajam. Setiap tahunnya ada 2 juta sapi baru yang lahir.

"Jadi begitu ketemu sapi yang belum hamil, bisa langsung di-inject," kata Amran.

Baca juga: Jokowi soal Beras: Jangan Sampai Masyarakat Senang, Petani Enggak Senang...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com