Di sisi lain, keuangan negara juga perlu diperhatikan karena bukan hanya BPJS Kesehatan yang butuh dana.
"Semua harus dijaga keseimbangan dan pemerintah tetap menggunakan instrumen APBN untuk mendukung progam kesehatan karena hak asasi penting bagi masyarakat," kata Sri Mulyani.
Baca juga: Sambut 2019, Sri Mulyani Bicara soal Suntikan ke BPJS Kesehatan
Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief membantah bahwa penerapan urun biaya dan selisih biaya merupakan solusi menekan defisit keuangan BPJS. Budi mengatakan, tujuan utama pemerintah menerapkan urun biaya yakni mengedukasi masyarakat untuk menggunakan pelayanan kesehatan seperlunya saja.
Jika sakitnya tidak parah, semisal batuk atau pilek, tidak perlu ke dokter untuk pemeriksaan dan meminta obat.
"Kalau dulu sebelum ada program JKN, kalau pusing-pusing, cukup berobat di rumah. Kita harap demikian," kata Budi.
Selama ini, banyak temuan di lapangan bahwa banyak peserta JKN-KIS yang menggunakan layanan kesehatan yang sebenarnya tidak begitu dibutuhkan. Hal ini yang membuat klaim rumah sakit membengkak.
Oleh karena itu, urun biaya dikenakan ke peserta yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan atas keinginan sendiri, di luar rekomendasi dokter maupun rumah sakit. Misalnya, orang tersebut meminta layanan kesehatan yang tak begitu penting diterapkan pada sakit yang dialaminya.
Baca juga: Dana Rp 2,2 Triliun Disuntikkan ke BPJS Kesehatan Sebelum Akhir 2019
Jika ingin mendapatkan layanan tersebut, peserta bisa tetap mendapatkannya dengan membayar sendiri biayanya. Namun, Budi menyebut bahwa Kemenkes belum menentukan secara rinci jenis layanan apa saja yang termasuk dalam urun biaya.
Budi menekankan bahwa ketentuan urun biaya ini tidak berlaku bagi peserta JKN-KIS dari segmen PBI dan penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah.
Sementara itu, untuk selisih biaya, diterapkan kepada peserta yang mau ada kenaikan pelayanan kesehatan lebih tinggi dari haknya. Misalnya, peserta kelas perawatan 3 ingin dirawat di kelas perawatan di atasnya.
Permenkes tersebut tidak melarang peningkatan hak kelas rawat di rumah sakit. Namun, ada konsekuensi pembayaran selisih biaya yang harus ditanggung oleh peserta JKN-KIS yang bersangkutan.
“Peningkatan kelas perawatan tersebut hanya dapat dilakukan satu tingkat lebih tinggi dari kelas yang menjadi hak kelas peserta," kata Budi.
Baca juga: Pemerintah 3 Kali Suntikkan Dana untuk BPJS Kesehatan, Ini Detailnya
Untuk peningkatan kelas rawat inap dari kelas 3 ke kelas 2, dan dari kelas 2 ke kelas 1, maka peserta harus membayar selisih biaya antara tarif INA CBG's antarkelas. Sementara untuk peningkatan kelas rawat inap dari kelas 1 ke kelas di atasnya, seperti VIP, maka peserta harus membayar selisih biaya paling banyak 75 persen dari tarif INA CBG's kelas 1.
Sedangkan untuk rawat jalan, peserta harus membayar biaya paket pelayanan rawat jalan eksekutif paling banyak Rp 400.000 untuk setiap episode rawat jalan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.