Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Tengah Menyelamatkan BPJS Kesehatan

Kompas.com - 23/01/2019, 07:32 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Kesehatan menerbitkan Peraturan Menkes Nomor 51 Tahun 2018 yang mengatur aturan main soal urun biaya dan selisih biaya untuk JKN-KIS.

Aturan mengenai urun biaya menyebutkan, ada tambahan biaya bagi peserta untuk rawat jalan dan rawat inap.

Untuk rawat jalan, besarannya Rp 20.000 untuk setiap kali kunjungan rawat jalan di RS kelas A dan RS kelas B, Rp 10.000 untuk setiap kali kunjungan rawat jalan di RS kelas C, RS kelas D, dan klinik utama. Biaya paling tinggi sebesar Rp 350.000 untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam waktu 3 bulan.

Adapun untuk rawat inap, besaran urun biayanya adalah 10 persen dari biaya pelayanan. Angkanya dihitung dari total tarif INA CBG's setiap kali melakukan rawat inap, atau paling tinggi Rp 30 juta. Selanjutnya, BPJS Kesehatan akan membayar klaim RS dikurangi besaran urun biaya tersebut.

Baca juga: Muncul Aturan Urun Biaya, BPJS Kesehatan Ingin Tekan Defisit?

Urun biaya dibayarkan peserta kepada fasilitas kesehatan setelah pelayanan kesehatan diberikan. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Permenkes tersebut merupakan salah satu cara menyelamatkan keuangan BPJS Kesehatan yang defisit. BPJS perlu mendapat dukungan agar tetap bisa menjalankan manajemen tata kelola JKN-KIS untuk seluruh masyarakat.

"Kita lihat antara biaya pengobatan yang eini masih dari 1.900-an rumah sakit dengan jumlah uang yang masuk ke BPJS, masih ada defisit. Maka kita lakukan langkah-lamgkah untuk menyeimbangkan," ujar Sri Mulyani, Selasa (22/1/2019).

Sebelumnya muncul dilema, BPJS Kesehatan terus mengalami defisit sehingga harus menekan pengeluaran. Namun, di sisi lain, pelayanan kesehatan tidak mungkin berhenti.

Rumah sakit akan mogok jika dana klaim tidak dibayarkan yang berimbas pada pelayanan ke masyarakat. Saat ini ada sekitar 98 juta peserta termasuk dalam Pwnerima Bantuan Iuran (PBI).

Oleh karena itu, kepesertaan non-PBI juga harus didongkrak.

Baca juga: BPJS Kesehatan: Peserta JKN-KIS yang Pindah Kelas Perawatan Harus Bayar Selisih Biaya

"Di satu sisi di masyarakat akan tetap terjaga, masyarakat dapat jaminan kesehatan seperti yang diharapkan. Namun, biayanya bisa sustain," kata Sri Mulyani.

Pemerintah sebelumnya telah menyuntik dana bantuan tahap pertama sebesar Rp 4,9 triliun pada September 2018. Kemudian, pada akhir 2018 lalu, pemerintah kembali mencairkan dana Rp 5,2 triliun untuk BPJS Kesehatan.

Namun, ternyata jumlahnya masih tak cukup tutupi defisit karena nilai tunggakan yang terus meningkat. Di samping itu, pemerintah juga masih menunggu hasil audit BPKP mengenai keseluruhan tagihan ke BPJS Kesehatan.

Baca juga: BPJS Kesehatan Wajibkan Faskes Miliki Sertifikat Akreditasi

Berbagai kebijakan juga telah ditempuh hingga melibatkan pemerintah daerah untuk sumbangan. Sri Mulyani menambahkan, dalam program JKN-KIS, banyak kepentingan yang harus diperhatikan.

Selain kepentingan masyarakat mendapat hak akses kesehatan, juga kepentingan rumah sakit yang harus tetap jalan. Rumah sakit juga berkaitan dengan profesi dokter dan paramedis serta industri farmasi untuk obat-obatan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com