Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Depan Rantai Bisnis dan "Orang Kuat" di Sekitar Freeport...

Kompas.com - 29/01/2019, 08:08 WIB
Yoga Sukmana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Sudah jadi rahasia umum bahwa para elite saling sikut, saling tikung, hingga saling catut, mencari celah berebut masuk ke lingkaran bisnis PT Freeport Indonesia (Freeport).

Coba tengok kasus "Papa Minta Saham" 2015 lalu. Elite politik dan pengusaha turut ambil bagian melancarkan lobi untuk dapat bagian saham Freeport atau mitra bisnisnya.

Sejak puluhan tahun silam, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) memang bak biang gula. Setiap proses bisnisnya menjanjikan manisnya keuntungan yang besar.

Berbagai mitra bisnis Freeport sudah mendapatkan keuntungan itu. Angkanya tak hanya ratusan miliar rupiah, tetapi mencapai triliunan rupiah.

Jadi siapa yang tak tergoda?.

Baca juga: Cerita Soal Akuisisi Freeport, Jonan Sebut Tidak Ada Trik Khusus

Rantai bisnis

Menurut peneliti Alpha Research Database Ferdy Hasiman dalam bukunya Freeport: Bisnis Orang Kuat vs Kedaulatan Negara, Tambang Grasberg adalah tambang yang paling profitable di dunia.

Akhir 2010 , Freeport menyumbang 6,72 miliar dollar AS hasil penjualannya ke Freeport McMoran. Tambang tersebut menghasilkan laba kotor sampai 4,17 miliar dollar AS.

Potensi lainya, cadangan tembaganya masih 33,7 juta pound, emas 33,7 juta ons, dan 230.000 ton ore milled per hari.

Saking kayanya, Freeport tak sanggup mengerjakan semua sendiri. Di sinilah peluang bisnis lain itu tercipta dan menjadi incaran banyak orang. Sejumlah perusahaan pun masuk dalam rantai bisnis Freeport.

Ferdy yang sejak 2009 meneliti sektor pertambangan mengungkapan dalam bukunya perusahaan-perusahaan yang bermitra dengan Freeport.

Baca juga: Setelah Saham Freeport Diakuisisi, Whats Next?

PT Freeport IndonesiaKOMPAS/B JOSIE SUSILO HARDIANTO PT Freeport Indonesia
Misalnya PT Ancora International Tbk (OKAS) yang memasok bahan peledak (ammonium nitrate) ke Freeport untuk keperluan tambang. Perusahaan ini didirikan mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan.

Lalu, anak usaha Indika Energy, PT Kuala Pelabuhan Indonesia (KPI), yang menyediakan jasa pelabuhan di Timika untuk Freeport.

Indika jelas bukan perusahaan tambang "kaleng-kaleng". Ada nama-nama besar di sana, sebut saja Wiwoho Basuki Tjokronegoro yang sempat menjadi Komisaris Utama dan mantan Menteri Keuangan Chatib Basri sebagai Komisaris Independen.

Selain itu ada pula AKR Corporindo Tbk yang menyalurkan BBM untuk Freeport. AKR dikontrol oleh keluarga Adikoesoemo yang disebut mitra bisnis Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Selain itu ada kontraktor Darma Henwa (Bakrie Group) hingga perusahaan Pangansari Utama yang menyediakan katering untuk karyawan Freeport.

Setiap mitra bisnis Freeport itu mendapatkan keuntungan besar. Ancora International, misalnya, meraup pendapatan Rp 281 miliar dari Freeport pada 2011. Sementara KPI dapat Rp 226 miliar pada 2010 dan Rp 232 miliar pada 2011.

Adapun AKR Corporindo mencatat pendapatan hingga Rp 1,88 triliun dari Freeport pada 2011. Darma Henwa mengantongi kontrak 11 juta dollar AS untuk membangun terowongan dan jalan.

Masa depan

Melihat rantai itu, Ferdy menilai bisnis Freeport tak bisa dimungkiri memiliki kedekatan dengan orang-orang yang ia sebut "kuat" di Republik ini.

Orang kuat yang dimaksud yakni mereka politisi atau pengusaha yang memiliki akses dekati dengan penguasa. Lantaran hal inilah rantai bisnis Freeport manjadi bagian yang menarik.

Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi mengatakan, rantai bisnis Freeport perlu diubah lantaran bisa menjadi sasaran orang-orang yang haus duit.

"Karena itu penting sebab sistem politik kita, pejabat bisa jadi pemburu rente," kata dia di Hotel Century Park, Jakarta

Meski begitu, sejak Desember 2018 lalu, perubahan besar terjadi. Asing tak lagi menjadi pemegang mayoritas saham Freeport. Hal itu setelah Indonesia mengambil alih saham mayoritas Freeport lewat aksi korporasi BUMN Inalum.

Baca juga: ESDM Bantah Indonesia Bisa Dapatkan Freeport Gratis Pada 2021

Presiden Joko Widodo (tengah) berjabat tangan dengan CEO Freeport McMoRan Richard Adkerson (kedua kanan) disaksikan Menteri BUMN Rini Soemarno (kiri), Menteri ESDM Ignasius Jonan (kedua kiri) dan Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Budi Gunadi Sadikin seusai memberikan keterangan terkait pelunasan divestasi PT Freeport Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (21/12/2018).  Presiden mengumumkan pelunasan divestasi PT Freeport Indonesia dengan membayarkan 3,85 miliar dolar AS atau sekitar Rp56 triliun melalui PT Inalum sehingga telah resmi menjadi milik Indonesia. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/hp.WAHYU PUTRO A Presiden Joko Widodo (tengah) berjabat tangan dengan CEO Freeport McMoRan Richard Adkerson (kedua kanan) disaksikan Menteri BUMN Rini Soemarno (kiri), Menteri ESDM Ignasius Jonan (kedua kiri) dan Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Budi Gunadi Sadikin seusai memberikan keterangan terkait pelunasan divestasi PT Freeport Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (21/12/2018). Presiden mengumumkan pelunasan divestasi PT Freeport Indonesia dengan membayarkan 3,85 miliar dolar AS atau sekitar Rp56 triliun melalui PT Inalum sehingga telah resmi menjadi milik Indonesia. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/hp.
Ferdy menyakini perubahan ini akan mengubah rantai bisnis Freeport selama ini. Inalum akan menggelar karpet merah untuk BUMN lainnya masuk dalam rantai bisnis Freeport.

Dua BUMN, Pindad dan Dahana bisa menjadi pemasok bahan peledak. Pertamina bisa menjadi menyuplai BBM untuk Freeport, atau Krakatau Steel bisa menjadi pemasok baja untuk Freeport.

"Masuknya Inalum ke Freeport, momen bagus BUMN untuk berkarya. Tinggal bagaimana Inalum transparan dan good governance," kata dia.

Kehadiran-kehadiran BUMN diyakini akan berdampak kepada "pemain lama". Termasuk perusahaan pengangkut konsentrat dari Timika ke Smelter di Gresik, karena ada ketentuan Freeport membangun smelter di Papua.

Tinggal kata dia, menunggu siapa yang akan bertahan dan tersingkir dari rantai bisnis Freeport. Meski begitu ia yakin, mereka yang bertahan adalah orang-orang "kuat", yang tetap dekat dengan kekuasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com