Menariknya penentuan angka maksimum tersebut tidak didasarkan pada pertimbangan komersial semata, tetapi keamanan (security). Dimensi tersebut muncul setelah plot teroris 10 Agustus 2006 yang menargetkan penerbangan trans-Atlantik melalui bagasi kabin berhasil digagalkan.
‘Sayangnya’ rekomendasi IATA tidak memiliki kekuatan mengikat serta bukan ditujukan untuk menciptakan standar dalam industri penerbangan. Alhasil kebijakan ukuran bagasi kabin diserahkan kembali kepada masing-masing maskapai; dimana hukum nasional dan pengaruh regional turut menentukan.
Sebagai gambaran, ditengah minimnya keuntungan, maskapai Uni Eropa sekelas British Airways dan Air France-KLM telah menerapkan kebijakan ukuran dan berat bagasi kabin secara ketat untuk penerbangan intra-Uni Eropa.
Kembali ke Indonesia, jangan sampai maskapai nasional terjebak dengan penentuan dimensi bagasi kabin yang merugikan konsumen. Banyak koper kecil berukuran 56 cm x 45 cm x 25 cm berlabel "cabin approved" dijual bebas.
Konsumen akan bingung jika mereka menjumpai koper mereka yang berselisih beberapa sentimeter ditolak dan harus membayar ekstra untuk fasilitas bagasi tercatat.
Akhir kata, fenomena bagasi berbayar menandakan suatu babak baru dalam dunia penerbangan nasional. Semoga ekuilibrium dan best practice yang tercipta tetap memperhatikan rasa keadilan serta etika korporasi dalam berbisnis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.