JAKARTA, KOMPAS.com - Defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia diperkirakan mencapai 8,8 miliar dollar AS atau di atas 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di kuartal IV-2018. Sedangkan hingga akhir tahun 2019, pemerintah menargetkan defisit neraca berjalan bisa mencapai 2,5 persen terhadap PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dengan kondisi pasar keuangan global penuh dengan ketidakpastian seperti saat ini, negara dengan defisit transaksi berjalan seperti Indonesia seakan tengah dihukum.
Aliran dana asing akan meninggalkan negara-negara berkembang dengan CAD. Sehingga terjadi depresiasi nilai tukar seperti yang pada 2018 lalu yang mana nilai tukar sempat mencapai Rp 15.000 per dollar AS.
"Memiliki CAD bukanlah sebuah dosa, tetapi hukuman di tengah kondisi perekonomian seperti ini. Dan ini membuat pasar menjadi tak ramah untuk negara berkembang," ujar Sri Mulyani ketika memberikan paparan pada Mandiri Investment Forum 2019 di Jakarta, Selasa (30/1/2019).
Baca juga: Defisit Neraca Perdagangan Tinggi, BI Kerek Prediksi CAD di Kisaran 3 Persen
Menekan CAD dalam negeri pun bukan berarti tanpa risiko. Wanita yang akrab disapa Ani ini mengatakan, dengan menekan CAD, Indonesia harus menekan impor. Padahal, untuk menjaga momentum pertumbuhan, banyak produk konsumsi dalam negeri yang harus diimpor.
Dengan kondisi tersebut, Sri Mulyani mengatakan, Indonesia harus mampu menyesuaikan kebijakannya untuk menenangkan pasar.
"Terkadang, di tengah kondisi yang tidak rasional pemerintah harus memimpin dan menunjukkan kepada pasar bahwa Indonesia memiliki banyak pilihan (kebijakan). Beberapa negara gagal menerapkan itu. Ketika pasar tengah gelisah, kita harus mengikuti kegelisahan itu," ujar Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini meyakini, Indonesia mampu melalui masa-masa sulit 2018 lantaran antara Presiden, Bank Indonesia, Kementerian/Lembaga saling menghargai kebijakan dan melakukan sinergi. Tidak seperti beberapa negara, seperti India di mana terjadi perselisihan antara pemerintah dan bank sentralnya. Sinergi tersebutlah yang menurutnya penting untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.
"Bank Sentral menaikkan suku bunga sampai tujuh kali dan saya atau Presiden tak berkomentar apa-apa. Menjalankan kepemimpinan di masa kampanye seperti saat ini memang sulit dan menyakitkan," ujar dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.