Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaku UMKM, Ini Cara Bangun "Brand" yang Kuat

Kompas.com - 26/02/2019, 19:04 WIB
Murti Ali Lingga,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Brand alias merek menjadi salah satu patokan ketika seseorang ingin membeli produk, baik makanan dan minuman, pakaian, atau lainnya.

Brand bisa dibilang jadi penentu kelas sebuah produk di pasaran. Namun, banyak pelaku usaha, tanpa kecuali UMKM tidak mampu membuat serta membangun brand jadi terkenal.

Lalu, apa yang harus diperhatikan saat membangun brand?

Menurut brand activist Arto Soebiantoro, membuat dan membangun brand memang menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku usaha. Tantangan lainnya adalah terus berinovasi mengembangkan bisnis supaya lebih maju dan besar.

Baca juga: Pelaku UMKM Didorong Punya Brand dan Hak Cipta Produk

Pelaku usaha perlu mengetahui betul beberapa hal ketika hendak membuat brand produknya sehingga tidak sia-sia nantinya.

"Kita selalu berpikir brand itu adalah pesan," Arto dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (26/2/2019).

Arto menjelaskan, semakin kecil sebuah perusahaan maka semakin mudah pula membangun brand. Sebab, jika skala dan target pasar sudah ditentukan akan lebih bagus.

"Tapi sebenarnya, membangun brand justru dalam skala kecil (lebih bagus). Semakin kecil perusahaannya, semakin mudah brand-nya dibangun. Ini paradigmanya," ujarnya.

Baca juga: Meski Produk UMKM, Ternyata Sangat Penting Miliki Brand dan Hak Cipta

Dia mengungkapkan, ada banyak cara merancang sebuah brand secara umum yang dipahmi orang kebanyakan. Namun, Arto memiliki cara khusus yang diberi nama Kraf Cinta.

Ada beberap poin yang harus diperhatikan ketika membuat dan membangun brand. Mulai dari latar belakang hingga nilai emosional.

"Pertama harus kenal dulu. Kalau kita membayangkan brand, kita membayangkan brand itu harus terkenal di mana-mana, padahal enggak perlu. Brand bagus itu cukup dikenal di kalangannya atau target market yang dibangun," sebutnya.

Dia menuturkan, brand yang dibangun harus memiliki rasa emosional yang tersirat dalam brand, apakah latar belakang pembuatan produk atau fungsinya.

Baca juga: Brand Value Tembus Rp 72 Triliun, Telkom Satu-satunya Perusahaan RI di Global 500

Ia menambahkan, setelah tahap kenal dan tahap rasa, selajutnya harus menyentuh nilai 'cinta'. Hal semacam ini harus saling bertautan dalam brand.

Akan tetapi, sangat jarang brand lokal memiliki kriteria ini secara lengkap, sehingga sulit dikenal dan bersaing.

"Banyak sekali dari brand-brand lokal, dari sisi bisnis masih di tahap kenal, enggak mau naik kelas (tahap cinta). Maka perbedaan bisnis dengan brand adalah bagaimana brand ini bisa membangun sebuah perbedaan produk," paparnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com