Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Royalti Musisi Indonesia Mengendap di Youtube dkk, Kok Bisa?

Kompas.com - 28/02/2019, 07:15 WIB
Yoga Sukmana,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bagi pencinta musik, kehadiran berbagai aplikasi penyedia dan pemutar lagu seperti iTunes, Spotify hingga Youtube tentu sangat membantu.

Jutaan lagu mulai dari genre jazz, rock, blues, dangdut hingga keroncong pun bisa diakses dengan mudah melalui aplikasi penyedia dan pemutar musik tersebut.

Namun, ada ironi di balik bertebarannya aplikasi tersebut. Hal ini menyangkut royalti para musisi atau pencipta lagu.

Baca juga: Di Tangan Adang, Bambu Tak Bernilai Jadi Alat Musik Puluhan Juta Rupiah

"Saya dengar di beberapa platform online itu banyak dana (royalti) orang Indonesia yang tidak bisa disalurkan," ujar Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf di acara Kadin, Jakarta, Rabu (27/2/2019).

Ia mengungkapkan, para penyedia dan pemutar lagu tersebut kebingungan menyerahkan royalti lagu kepada siapa lantaran tidak memiliki data para pencipta lagu di Indonesia

Masalah ini terus berlanjut akibat belum terbangunnya ekosistem industri musik di Indonesia. Sementara itu, ekosistem industri musik dunia terus berkembang seiring perkembangan teknologi.

Baca juga: Cetak Transaksi Rp 20 Miliar, Alat Musik Asal Indonesia Laku Keras di California

Adapun di Indonesia kata dia, pendataan pencipta lagu dan karya-karyanya belum dilakukan secara baik. Hal ini membuat tak semua musisi mendapatkan haknya, royalti dari karya-karyanya yang diputar di aplikasi penyedia musik.

Kondisi ini dinilai berdampak langsung kepada musisi atau pencipta lagu. Sebab, royalti yang harusnya menjadi penghasilan justru tak masuk kantong.

"Apa yang dilakukan dalam model bisnis streaming itu untuk musisi berapa sih. Berat banget. Karena untuk bisa mendapatkan revenue kesejahteraan bagi mereka itu kecil sekali," ucapnya.

Baca juga: Industri Musik Redup oleh Digital

"Mereka harus menjual atau lagunya di-download sampai jutaan baru mereka bisa dapat berapa puluh dollar AS," sambung Triawan.

Bekraf, kata dia, tak tinggal diam dengan situasi ini. Suatu platform digital sedang disiapkan agar para pencipta lagu bisa memonitor karya-karyanya yang diputar di internet, termasuk perhitungan pendapatan dan pajak yang harus dibayar.

Bahkan, ia menyebut bahwa platform digital yang sedang disiapkan itu sangat menjanjikan. Platform tersebut, kata Triawan, sudah di presentasikan di luar negeri dan sudah diakui oleh berbagai lembaga internasional.

Baca juga: Bangun Pabrik Alat Musik, Investor Jepang Tanam Modal Rp 548 Miliar

Ia berharap Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengawal dan membantu Bekraf untuk membangun ekosistem industri musik di Indonesia.

"Karena ini menyangkut banyak sekali pihak yang kalau tidak digedor, tidak akan jadi," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com