Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luhut ke Uni Eropa: Indonesia Bukan Negara Pengemis...

Kompas.com - 20/03/2019, 19:39 WIB
Yoga Sukmana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan tak mengerti mengapa minyak kelapa sawit (CPO) diperlakukan diskriminasi oleh Uni Eropa.

Padahal kata dia, pemerintah sudah kerap bolak-balik datang ke Eropa untuk membicarakan berbagai hal terkait minyak kelapa sawit.

"Kami tidak bisa paham sampai begini kencang (diskriminasi terhadap CPO). Kami sudah datang ke sana sudah seperti minta-minta, tetapi kami bukan pengemis," ujarnya di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (20/3/2019).

Pernyataan Luhut itu disampaikan saat menanggapi Delegated Act yang dirumuskan oleh Komisi Eropa. Delegated Act dianggap mendiskriminasi CPO karena mengklasifikasikan sebagai komoditas tak berkelanjutan dan berisiko tinggi.

Baca juga: CPO Indonesia Dikerjai, Darmin Ancam Boikot Produk Uni Eropa

Namun hal serupa tidak berlaku bagi minyak nabati lainnya. Hal ini dinilai pemerintah sebagai bentuk ketakutan kepada kelapa sawit yang lebih efisien dari komoditas penghasil minyak nabati lainnya dalam memproduksi minyak nabati.

Delegated Act rencananya akan dibawa ke Parlemen Uni Eropa untuk diambil keputusan dalam dua bulan ke depan. Namun pemerintah mengungkapkan, keputusan bisa saja lebih cepat karena ada sejumlah egenda pertemuan pada April 2019.

Kelapa sawit tutur Luhut, bukan hanya komoditas ekspor Indonesia namun juga komoditas yang terkait dengan jutaan orang di industrinya.

Saat ini setidaknya ada 17 juta tenaga kerja yang ada dan terkait dengan industri kelapa sawit.

Harusnya kata dia, Uni Eropa bisa mengerti akan hal itu. Sebab bila Delegated Act disahkan dan diadopsi, maka CPO Indonesia akan terdampak besar.

Luhut memahami CPO selalu dikaitkan dengan isu lingkungan. Namun pemerintah kata dia, sudah melakukan berbagai kebijakan mulai dari replanting, moratorium, hingga menerapkan standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO),

"Sudahlah jangan ajarin kami mengenai lingkungan, kami (juga) tidak ingin membuat policy yang nanti merusak generasi kami yang akan datang," kata dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com