Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Uang Elektronik itu Riba?

Kompas.com - 22/03/2019, 19:25 WIB
Murti Ali Lingga,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Belum lama ini publik ramai membahas terkait uang digital atau uang elektronik. Bahkan heboh di media sosial dan dunia maya soal hukum keberadaanya, apakah haram, halal, riba, atau lainnya.

Lalu, seperti apa sebenarnya?

Pengamat Ekonomi Syariah dari United Nations Development Programme (UNDP), Greget Kalla Buana, mengatakan, sejatinya uang elektronik sudah berlaku di Indonesia sejak beberapa waktu lalu. Kehadirannya tentu sudah melalui mekanisme yang sesuai dan diatur oleh institusi terkait di Indonesia.

"Ketika kita berbicara tentang uang elektronik, selama itu sudah berlaku di Indonesia dan sudah dipergunakan secara luas, artinya sudah pasti memenuhi peraturan dari institusi terkait. DSN MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia) juga telah mengeluarkan fatwa tentang uang elektronik syariah," kata Greget dihubungi Kompas.com, Jumat (22/3/2019).

Greget mengatakan, selain dari DSN MUI, aturan tentang uang elektronik itu sudah mengikuti aturan Bank Indonesia.

Terkait apakah ada unsur riba di dalamnya, sebenarnya sudah disiasati dengan baik oleh setiap penyedia layanan.

"Kalau dibilang riba, sebenarnya sudah disiasati dengan penggunaannya. Misalnya saya beli Rp 30.000, yang masuk ke dompet digital juga Rp 30.000. Enggak ada penambahan atau pengurangan," jelasnya.

"Jadi itu enggak ada riba di situ. Karena apa yang kita bayarkan, itu yang kita terima," lanjutnya.

Penyebab kekhawatiran

Dia menilai, sejauh ini dari sisi praktinya keberadaan UE sudah sebagaimana mestinya atau sudah halal dipergunakan. Namun, yang patut dan mungkin jadi kekhawatiran publik ialah terkait kontraknya. Sehingga, belakangan ini ada isu uang digital itu riba, dan lainnya.

"Katakanlah 10.000 orang menggunakan uang elektronik. Uang mereka yang dijadikan deposit di dalam uang elektonik itu tersimpan dalam rekening. Pertanyaannya, rekening apa (syariah atau konvensional)? Itu diputar oleh providernya melalui sebuah kontrak atau akad. Pertanyaan berikutnya, seperti apa kontrak atau akad tersebut? Barangkali orang-orang menganggap uang elektronik riba karena akadnya tidak berdasarkan syariah, sehingga dalam proses perputaran uangnya nanti menghasilkan riba," jelasnya.

Diperlukan kecermatan dan kehati-hatian untuk dapat melihat unsur riba di dalam penggunaan UE. Selain praktiknya juga perlu melihat lebih detail dalam akad atau kontraknya. Seperti apa mekanisme penyimpanan uang itu di bank, apakah di bank konvensional atau syariah.

"Ada suatu mekanisme kontrak dalam peyimpanan uang yang disimpak di bank itu. Dari situnya mingkin oramg menganggap masih riba," imbuhnya.

Seiring perkembangan zaman dan teknologi, semakin banyak perubahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.  Salah satunya ialah tentang penggunaan uang kertas sebagai alat pembayaran yang sah ketika bertransaksi maupun membeli sesuatu.

Pemberlakuan dan penerapan UE di Indonesia, sudah sah setalah Bank Indonesia (BI) mengeluarkan peraturan. Yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonsia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Jakarta, Medan, dan Makassar  Masuk Daftar Smart City Index 2024

Jakarta, Medan, dan Makassar Masuk Daftar Smart City Index 2024

Whats New
Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Whats New
Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Earn Smart
Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Whats New
Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com