Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inspirasi Usaha: Warjak, Jadi Juragan Warung Nasi Tanpa Repot

Kompas.com - 24/03/2019, 12:12 WIB
Erlangga Djumena

Editor

Sumber

KOMPAS.com - Berangkat dari keprihatinan atas nasib sebagian besar pemilik warung nasi di Indonesia yang saban hari banyak kehilangan kualitas hidup, Martin dan Hendra Hudiono menawarkan kemitraan Warjak.

Dengan kemitraan ini, pemilik warung nasi enggak perlu lagi bangun pagi-pagi buta untuk pergi ke pasar berbelanja aneka bahan dan bumbu. Juga, tak repot-repot lagi memasak.

Cukup dengan menjadi mitra Warjak, pemilik warung nasi tinggal mengambil masakan yang sudah matang di titik pengambilan (pick-up point) terdekat dengan gerai mereka.

“Jadi, tinggal buka warung saja. Enggak perlu masak, enggak perlu belanja ke pasar, terima beres,” ungkap Martin.

Baca juga: Kisah Sejoli Membangun Usaha, Modal Rp 182.000 Kini Beromzet Rp 500 Juta

Konsep ini terbukti sukses menjaring mitra. Baru menawarkan kemitraan September 2017 lalu, mitra Warjak sudah tembus 50 mitra.

Kata Martin, masih ada sekitar 20-an calon mitra yang siap bergabung dan sedang proses mencari lokasi warung nasi yang tepat. Dengan 50 mitra lebih, Martin dan Hendra bisa mengantongi omzet berkisar Rp 1 miliar per bulan.

Jumlah karyawan mereka saat ini sekitar 70 orang. Sebanyak 40 orang di antaranya bekerja di bagian dapur.

Sejatinya, keinginan merintis usaha ini sudah muncul dalam benak Martin pada 2011. Cuma, baru terwujud September 2017. Martin mengajak sang sahabat Hendra untuk berkongsi membangun Warjak, singkatan Warungnya Jakarta.

Dan, bisnis kuliner bukan barang baru buat Martin. Sebab, dia merintis usaha ini dengan membuka restoran dan kafe di 2011 silam.

“Saya ingin supaya pelanggannya adalah anak muda yang suka nongkrong. Tapi ternyata, enggak semudah mendatangkan anak muda buat nongkrong, makan di restoran dan kafe saya,” kata dia yang akhirnya menutup restoran dan kafenya tahun itu juga.

Dari situ, Martin mulai kepikiran untuk merintis bisnis kuliner yang menjual makanan sehari-hari semacam warteg. Nah kebetulan, ia punya langganan warteg di daerah Pulogadung, Jakarta Timur, yang laris manis lantaran menyajikan masakan yang sedap.

Martin pun mendekati pemilik warteg untuk menawarkan kerjasama membuka cabang. Tapi, pemilik warteg menolak mentah-mentah.

Tak patah arang, di tahun-tahun berikutnya, dia masih mencoba merayu pemilik warteg. Lagi-lagi, si pemilik warteg menolak.

Baca juga: Ini Tips Wirausaha ala Jokowi untuk Para Pensiunan

Sampai akhirnya, Martin mengungkapkan, si pemilik warteg kena diabetes kemudian pulang kampung pada awal 2017. Usaha wartegnya di Pulogadung pun dia tutup.

Setelah tak lagi berbisnis kuliner, Martin sebetulnya menjajal usaha di bidang perfilman. Di sini, ia bertemu dengan Hendra yang kemudian menjadi sahabatnya. “Saya pakai jasa cleaning service dari perusahaan Pak Hendra,” ujarnya.

Seiring bisnis warteg di Pulogadung yang Martin incar tutup, ia yang tetap ingin berbisnis warung nasi akhirnya menemukan solusi. Yakni, menciptakan jaringan warung nasi kekinian berkonsep satu dapur tapi banyak cabang milik mitra.

Akhirnya, Martin menutup bisnis perfilman pada awal 2017, demi fokus mempersiapkan usaha Warjak. “Saya melihat, ada potensi di bisnis warung nasi,” imbuh pria kelahiran 23 Oktober 1979 ini.

Martin menjelaskan, restoran dan kafe tak menjual makanan sehari-hari, sehingga bersifat  musiman dan pasarnya terbatas. “Tapi, kalau makanan warteg atau warung nasi kan menyasar semua orang, jual makanan sehari-hari, enggak bosenin, orang memang perlu makan tiap hari,” ujarnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com