Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

“Buyback” Indosat, Mimpi di Siang Bolong

Kompas.com - 28/03/2019, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

NIATAN calon wakil presiden nomor 02 Sandiaga Uno membeli kembali (buyback) PT Indosat dari pemiliknya, kelompok Ooredoo Qatar, membangkitkan ingatan orang akan janji Jokowi di kampanye tahun 2014.

Hanya Jokowi waktu itu bilang akan melakukan buyback operator telko yang dijual pemerintah Megawati Soekarnoputri itu jika pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen. Karena kenyataannya, hingga akhir 2018 pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 5,02 persen, buyback pun batal.

Menurut Sandiaga Uno, penguasaan Ooredoo di Indosat sebesar 65 persen berupa 3.532.056.000 lembar saham dan dengan harga saham saat ini di bursa Rp 2.830 – turun dari Maret 2018 yang Rp 4.990 – per lembar, nilai saham Qatar hanya Rp 9,9 triliun. Posisi pemegang saham saat ini selain Ooredoo, ada saham Pemerintah RI sebesar 14,29 persen dan sisanya yang 20,71 persen milik publik dan satu perusahaan rokok.

Sandi bilang, uang pembeliannya akan diambil dari APBN. Kalaupun tidak, ada pemodal besar yang mau mendanai. Sandi, jika bersama Prabowo terpilih, kelak setelah dilantik akan melakukan pendekatan ke Ooredoo si pemilik Indosat sebagai salah satu bagian strateginya yang bernama “big push”.

Secara harga pasar, hitungannya memang demikian. Namun, Qatar harus ditanya dulu sebab meski isu buyback sudah sering muncul dari berbagai sumber, bukan hanya dari capres, cawapres, dan DPR, pihak Qatar belum pernah memberikan reaksi. Apalagi, publik tahu bahwa Qatar membeli Indosat dari STT (Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd) dengan harga yang cukup mahal pada 2008.

Qatar tergiur pada data pertelekomunikasian Indonesia yang disodorkan STT ketika menawarkan Indosat. Potensi keuntungannya dikatakan besar sebab pasar masih terbuka lebar. Waktu itu jumlah pelangan Indosat baru sekitar 30 juta. Jumlah SIM card yang aktif sekitar 100 juta dengan jumlah pemilik kartu sekitar 70 juta orang.

Pada perjalanannya, Indosat tidak pernah meraih untung kecuali pada 2016 dan 2017 ketika mendapat untung masing-masing sedikit di atas Rp 1 triliun, dengan jumlah pelanggan sekitar 115 juta.

Tahun 2018 dengan pendapatan yang menurun 22,17 persen menjadi Rp 23,14 triliun, perusahaan itu melaporkan kerugian sebesar Rp 2,4 triliun selain masih menanggung utang jatuh tempo tahun ini sebesar Rp 7,2 triliun.

Hingga saat ini mayoritas operator telekomunikasi di Indonesia belum sampai meraih keuntungan yang signifikan – kecuali PT Telkomsel – terutama akibat persaingan ketat dan liar di kalangan antaroperator.

Dibanding kinerja Ooredoo di Qatar yang ARPU (average revenue per user – pendapatan rata-rata tiap pelanggan) sampai 80 dollar AS (Rp 1,2 juta), ARPU Indosat tahun lalu hanya sekitar Rp 20.000 dan belum menampakkan pergerakan positif.

Dari sisi Qatar, menurut beberapa sumber, kinerja saat ini yang belum membaik akan menimbulkan kerugian yang sangat besar jika Indosat dijual dengan harga pasar. Sementara menunggu perbaikan akan sangat lama karena prediksi para pengamat pasar modal, tahun 2019 ini Indosat masih akan menanggung rugi sampai Rp 2,08 triliun, jika pendapatannya minimal Rp 24,3 triliun.

Kebanggaan, bukan soal uang

Sebelum menerima tawaran jabatan Presdir dan CEO Indosat Ooredoo pada September 2018 Chris Kanter mengatakan, Qatar setuju menyuntik dana sebesar 2 miliar dollar AS, sekitar Rp 28,5 triliun, dalam dua tahun untuk memperluas jaringan. Namun, hingga Maret 2019, janji itu belum terealisasi, malah Indosat membuka utang baru sebanyak Rp 1,5 triliun.

Konon, ada prosedur yang sulit ditembus jika uang sebesar Rp 28,5 triliun itu masuk ke Indosat, antara lain karena debt equity ratio-nya yang tidak mencukupi. Namun, kalau uang dari Qatar itu masuk sebagai penyertaan modal dari pemegang saham, otomatis saham Ooredoo akan naik, dan nilai saham lain, termasuk Pemerintah Indonesia, akan turun, kecuali kalau ikut menambah modal secara proporsional.

Tak lama setelah dilantik menjadi Presdir dan CEO Indosat, Chris Kanter menghadap Presiden Jokowi. Entah apa yang dibicarakan, tetapi isunya soal buyback dan penyertaan modal Qatar. Jika itu benar, pasti, bukan hanya Jokowi, tetapi juga masyarakat dan DPR akan menolak jika jumlah saham pemerintah berkurang.

Di sisi lain, selentingan kabar menyebutkan, Qatar tidak akan pernah menjual Indosat kepada siapa pun dan dengan harga berapa pun. Chris Kanter pernah bilang, tak ada masalah keuangan di Ooredoo yang menjadi alasan Indosat dijual. “Qatar punya uang sangat banyak,” katanya sambil menggambarkan janji Qatar yang mau memberi dua miliar dollar AS itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

GOTO Catat Rugi Bersih Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024, Susut 78 Persen

GOTO Catat Rugi Bersih Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024, Susut 78 Persen

Whats New
Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Whats New
Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Whats New
Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Spend Smart
Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Whats New
Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Whats New
Perluasan Sektor Kredit, 'Jamu Manis' Terbaru dari BI untuk Perbankan

Perluasan Sektor Kredit, "Jamu Manis" Terbaru dari BI untuk Perbankan

Whats New
Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Whats New
Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Whats New
Soal Boks Mainan Megatron 'Influencer' Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Soal Boks Mainan Megatron "Influencer" Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Whats New
Kredit Bank Jatim Naik 18,7 Persen Sepanjang Kuartal I-2024

Kredit Bank Jatim Naik 18,7 Persen Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Menteri Trenggono Akui Sulit Cegah Penyelundupan Benih Lobster

Menteri Trenggono Akui Sulit Cegah Penyelundupan Benih Lobster

Whats New
Ormas Bakal Bisa Kelola Izin Tambang, Ini Alasan Bahlil

Ormas Bakal Bisa Kelola Izin Tambang, Ini Alasan Bahlil

Whats New
TRIS Bakal Bagikan Dividen Final, Simak Besarannya

TRIS Bakal Bagikan Dividen Final, Simak Besarannya

Whats New
Kenaikan BI Rate Tak Beri Dampak Langsung ke Industri Fintech Lending

Kenaikan BI Rate Tak Beri Dampak Langsung ke Industri Fintech Lending

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com