Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Kementan Musnahkan 6,1 Ton Benih Jagung Asal India

Kompas.com - 30/03/2019, 16:23 WIB
Sri Noviyanti

Editor


KOMPAS.com-Kementerian Pertanian melalui Karantina Pertanian Bandar Udara Soekarno Hatta memusnahkan 6,1 ton benih jagung asal India.

Pemusnahan dilakukan karena benih tersebut positif mengandung bakteri yang belum pernah ada di Indonesia dengan kategori Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) A1 bernama Pseudomonas Syrungae Pv Syrungae (PSS).

Kepala Badan Karantina Pertanian Ali Jamil mengatakan meski benih yang masuk lewat Bandara Soekarno – Hatta pada akhir tahun lalu dan memiliki dokumen resmi dari negeri asal, Karantina Pertanian Indonesia wajib untuk tetap melakukan pemeriksaan laboratorium. 

Setelah dikarantina, benih tersebut tidak lolos dalam verifikasi perkarantinaan Indonesia. 

“Ini merupakan bentuk komitmen kami menjaga pertanian dalam negeri dari ancaman OPTK, terlebih bakteri ini belum pernah ada di Indonesia,” ujar Jamil seperti dalam rilis yang diterima Kompas.com, Sabtu (30/3/2019).

Ia juga mengatakan bahwa benih itu potensial merusak produksi jagung dalam negeri. Selain itu, bakteri ini juga dapat menyerang berbagai jenis family tanaman lain.

 
“Bakteri PSS akan sangat berbahaya bagi kinerja petani dalam berproduksi, karena berpotensi mengurangi produksi jagung secara signifikan hingga 40 persen dari hasil panen bila (benih itu) tersebar,” lanjutnya.

Ia menjelaskan, potensi kerugiannya diperkirakan mencapai Rp 11 triliun per tahun.

Angka tersebut belum termasuk biaya pengendalian yang harus dikeluarkan pemerintah. Hal ini tidak hanya mengancam ketahanan pangan nasional tetapi juga pendapatan 6,7 juta keluarga petani jagung di Indonesia. 

“Luas pertanaman jagung Indonesia mencapaj 3,35 juta hektare, dengan produksi 3,4 ton per hectare. Apabila kemampuan berproduksi tanaman diestimasi berkurang hingga 40 persen maka total kehilangan produksi bisa mencapai 4,5 juta ton. Dengan harga per ton Rp. 2,5 juta maka akumulasi kerugian mencapai Rp 11 triliun” hitung Jamil.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Sumarjo Gatot Irianto mengatakan PSS merupakan bakteri yang sangat berbahaya karena termasuk penyakit yang belum ditemukan di Indonesia. 

Penyakit itu juga tak dapat ditangani dengan perlakuan khusus sehingga harus dimusnahkan dengan cara dibakar. Ia juga sepakat kalau bakteri ini dapat mendatangkan kerugian secara ekonomi serta mengancam keberhasilan Upaya Khusus (Upsus) mewujudkan swasembada Padi, Jagung dan Kedelai di Indonesia.

Benih jagung asal India dimusnahkan dengan cara dibakar karena terdeteksi mengandung bakteri Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) A1 bernama Pseudomonas Syrungae Pv Syrungae (PSS).
Dok Humas Kementan Benih jagung asal India dimusnahkan dengan cara dibakar karena terdeteksi mengandung bakteri Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) A1 bernama Pseudomonas Syrungae Pv Syrungae (PSS).

“Saya mengapresiasi para petugas karantina pertanian dan seluruh Komunitas Bandara, bapak ibu yang secara nyata melindungi pertanian kita, bisa dibayangkan berapa kerugian yang akan kita alami apabila benih berbakteri ini tersebar,” ujar Gatot.


Perwakilan PT Metahelix Life Sciences Indonesia, Reri Susanto selaku perusahaan pemilik benih jagung tersebut mengapresiasi kinerja pemerintah dalam mencegah masuk dan tersebarnya OPTK yang dapat membahayakan sektor pertanian dalam negeri. 

“Saya mengapresiasi upaya yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian, sebagai bagian dari warga negara Indonesia saya harus ikut dan taat pada peraturan yang berlaku. Ini pembelajaran untuk kami selaku pengusaha agar ke depannya tidak terjadi lagi” sambung Reri. 

Halaman:


Terkini Lainnya

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Spend Smart
Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com