Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pahami Cara Mengantisipasi Kerugian Bisnis Laundry

Kompas.com - 12/06/2019, 11:46 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menjalankan bisnis laundry memang tidak bisa dibilang sepele. Meski terlihat mudah, siapa sangka menjalani bisnis ini pun memerlukan ketelitian dan segudang cara khusus untuk mengembangkannya.

Terkait masalah untung rugi, bisnis laundry pun terbilang sangat riskan. Sebab bisa saja seseorang tak mengambil lagi barang yang telah dicuci tim produksi sehingga berujung pada kerugian.

Andry Tri Kurniadi, seorang pengusaha laundry asal Depok punya caranya sendiri untuk meminimalisir kerugian yang disebabkan oleh pelanggannya. Andry menerapkan DP atau dana awal saat pelanggan hendak menggunakan jasa laundry-nya.

"DP dulu biasanya, DP 50 persen. Setidaknya DP 50 persen ini cukup membantu mengganti biaya produksi yang telah kita keluarkan," kata Andry Tri Kurniadi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (11/6/2019) malam.

Baca: Dulunya Wartawan, Kini Jadi Pengusaha Laundry Beromzet Ratusan Juta Rupiah

Andry mengaku, bisnisnya mulai menerapkan sistem DP setelah mengalami kesulitan modal. Dia bercerita, sekitar 10 persen pelanggan tak mengambil barang di bulan yang sama. Sementara, 7 persen dari 10 persen baru mengambil 3 bulan setelahnya. Hal ini membuat omzet bulanan yang didapat menjadi fluktuatif.

"Tiap bulan yang enggak ambil itu 10 persen di bulan yang sama. Misalnya total invoice bulan itu ada Rp 100 juta, berarti Rp 10 juta belum di tangan. Sebesar 7 persen dari 10 persen itu orang baru jemput 3 bulan setelahnya. Nah, 3 persennya itu benar-benar tak dijemput lagi," papar Andry.

Itulah sebabnya, Andry menerapkan sistem pembayaran 50 persen di awal. Sementara, untuk baju-baju yang tidak diambil kembali lebih dari setahun, Andry menyumbangkannya ke panti asuhan maupun korban kebakaran.

Selain masalah DP, Andry juga menerapkan reward and punishment kepada 25 karyawannya untuk mencegah kehilangan barang. Jadi, saat barang sampai ke outlet, proses pencucian, dan proses pengeringan, barang harus selalu dihitung jumlahnya.

"Dan proses penghitungan itu di buku kerja, bukan invoice. Kalau invoice nanti saling contek jumlah, tak dihitung lagi. Jadi kalau ada kehilangan barang, kita tahu muara hilangnya itu di mana. Disitulah ada reward dan punishment," kata Andry.

Penerapan reward dan punishment ini juga cukup efektif dan membantu usahanya tak mengalami kerugian yang lebih besar. Awalnya, semua kerugian dari kesalahan karyawan ditanggung Andry. Tapi saat ini, karyawannya pun dituntut teliti dan bertanggung jawab jika ada kehilangan.

Diketahui, saat ini Andry telah memiliki 5 cabang di Daerah Depok. Dalam sehari, Andry bisa mendapat order sekitar 500-800 kilogram baju. Sehingga omzetnya bisa mencapai Rp 3,75 juta sampai Rp 6 juta per hari.

Saat masa puasa dan lebaran, orderan meningkat dua kali lipat bahkan lebih menjadi 1-1,5 ton. Omzetnya bisa mencapai Rp 7,5 juta sampai Rp 11 juta. Bila rata-rata sebulan terdapat 30 hari, maka omzetnya mencapai Rp 337,5 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com