BrandzView
Konten ini merupakan kerjasama Kompas.com dengan SKK Migas

"Gross split" Rugikan Investor Migas, Mitos atau Fakta…

Kompas.com - 18/10/2019, 07:57 WIB
Anissa DW,
Kurniasih Budi

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Investasi minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia saat ini sudah memasuki babak baru. Dahulu para investor menggunakan skema cost recovery untuk pembagian hasil dari pengelolaan blok migas.

Kini skemanya berbeda. Sejak tahun 2017, pemerintah resmi mengubah kontrak kerja sama investasi di sektor hulu migas Indonesia dari skema cost recovery menjadi gross split. Perubahan itu diharapkan dapat menggenjot investasi migas.

Pada skema gross split, perhitungan bagi hasil pengelolaan wilayah kerja migas antara pemerintah dan kontraktor diperhitungkan di awal. Total bagi hasil sebelum pajak yang akan didapatkan oleh kontraktor merupakan hasil penjumlahan dari besaran bagi hasil dasar (base split), komponen pembagian sesuai kondisi lapangan (variable split), dan komponen yang nilainya terus berubah (progressive split).

Sementara itu, pada skema cost recovery, sebelum hasil migas dibagi, produksi migas tersebut akan dikurangi terlebih dahulu dengan biaya-biaya yang dikeluarkan kontraktor selama produksi.

Baca juga: Kontrak Blok Migas Duyung Berubah Jadi Gross Split

Jika biaya yang dibebankan tidak bisa dipulihkan semuanya dari pendapatan (setelah dikurangi First Tranche Petroleum (FTP)) di tahun berjalan, maka sisa biaya yang belum bisa dipulihkan tersebut (unrecovered cost) akan dibebankan ke tahun-tahun berikutnya (carry forward) sampai seluruh biaya bisa dipulihkan.

Terdapat empat prinsip yang mendasari skema gross split tersebut. Pertama, pendapatan pemerintah lebih pasti karena pemerintah menerima bagi hasil gross di awal.

Kedua, lebih transparan. Penentuan persentase bagi hasil lebih pasti dalam karena menyesuaikan dengan karakter atau tingkat kompleksitas pengembangan lapangan.

Semua bentuk insentif tambahan untuk meningkatkan keekonomian proyek, diakomodasi melalui pemberian split tambahan (diskresi Menteri ESDM). Hasilnya, mekanisme pemberian insentif dan cara perhitungannya menjadi lebih sederhana.

Baca juga: Mengibaratkan “Gross Split” Migas dengan Sebuah Karung…

Ketiga, dengan tidak adanya cost recovery, proses bisnis dalam pengusulan rencana pengembangan lapangan dan program kerja tahunan (pengeboran, kerja ulang, dan perawatan sumur, serta pemasangan fasilitas produksi) akan menjadi jauh lebih sederhana karena tidak perlu lagi ada diskusi dan verifikasi atau evaluasi biaya.

Terakhir, penerapan Kontrak Bagi Hasil Gross Split akan mendorong kontraktor migas dan industri pendukung menjadi lebih efisien dalam proses kerja.

Pemerintah pun telah mengeluarkan regulasi yang mengatur penerapan skema tersebut, yaitu Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (Permen ESDM) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, yang kemudian direvisi menjadi Permen ESDM no. 52 tahun 2017.

Sayangnya, meski skema itu sudah ada diterapkan sejak 2017 lalu, masih banyak beredar mitos atau konsepsi keliru tentang skema gross split.

“Salah satu penyebabnya karena kebanyakan kontraktor tidak mau mempelajari gross split langsung dari pemerintah,” ucap Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar pada acara Gross Split Coaching di City Plaza, Jakarta, Selasa (30/4/2019).

Lantas apa saja mitos atau konsepsi keliru yang beredar di kalangan kontraktor dan masyarakat? Berikut Kompas.com telah merangkum beberapa di antaranya.

Tidak memiliki peraturan pajak

Mulai 27 Desember 2017, pemerintah telah menetapkan peraturan yang mengatur masalah pajak tersebut. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2017 tentang Perlakuan Perpajakan Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

PP tersebut menjelaskan poin-poin terkait perpajakan kegiatan industri hulu migas, seperti penyusutan harta, amortisasi, hingga loss carry forward. Dalam PP juga dijelaskan bahwa pada tahap eksplorasi dan eksploitasi sampai dengan saat dimulainya produksi komersial, kontraktor akan diberikan insentif fiskal.

Baca juga: Kini, Proses Pengajuan Insentif Fiskal Hulu Migas Hanya 15 Hari Kerja

Insentif itu berupa keringanan tarif pajak tidak langsung (indirect tax) sampai 0 persen untuk impor barang kena pajak, bea masuk, pajak pertambahan nilai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) lapangan migas eksploitasi.

Pembagian hasil tidak pasti

Ada anggapan yang menilai bahwa penerapan bagi hasil produksi dengan skema gross split tidak pasti dan hanya menguntungkan bagi pemerintah. Namun, anggapan ini keliru karena formulasi penentuan total bagi hasil sebelum pajak sudah diatur dalam peraturan menteri.

Berdasarkan Permen ESDM no. 8 tahun 2017 dan Permen ESDM no. 52 tahun 2017, variable split akan makin besar jika pengembangan lapangan makin sulit, demikian juga sebaliknya. Saat pengembangan lapangan makin mudah, maka variable split akan makin kecil.

Progressive split pun akan berubah menyesuaikan terhadap besarnya produksi kumulatif dan harga jual produksi.

Untuk produksi kumulatif, di saat jumlahnya masih kecil dan modal belum kembali, maka progressive split akan besar. Seiring dengan bertambahnya produksi kumulatif, progressive split akan makin mengecil.

Ilustrasi Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi IndonesiaSHUTTERSTOCK Ilustrasi Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi Indonesia

Sementara itu, untuk harga jual produksi (harga minyak dan harga gas), ketika harga makin kecil, progressive split akan besar. Makin tinggi harga jual, maka progressive split-nya akan semakin kecil.

Skema gross split membantu mengelola risiko yang ada. Sementara itu, dengan cost recovery bagaimanapun performa wilayah kerja pembagiannya akan tetap sama,” terang Arcandra.

Jadi, pihak kontraktor tetap bisa mendapatkan bagi hasil yang dapat diukur sesuai dengan karakter atau tingkat kompleksitas lapangannya.

Tidak mempromosikan industri migas lokal

Skema gross split yang membebankan biaya produksi kepada kontraktor dinilai tidak mempromosikan industri migas lokal. Sebab, kontraktor akan lebih memilih menggunakan tenaga kerja serta teknologi asing.

Kompas Video Pemerintah telah menetapkan penggunaan skema Gross Split untuk investasi industri hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia sejak 2017. Namun, masih beredar mitos bahwa skema Gross Split tidak menarik dan cenderung merugikan bagi investor. Bagaimana fakta sebenarnya?

Padahal dalam skema ini kontraktor wajib menggunakan tenaga kerja warga negara Indonesia, pemanfaatan barang, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri.

Baca juga: Arcandra: Lima Blok Migas dengan Gross Split Sudah Laku

Kewajiban tersebut kemudian menjadi salah satu parameter variable spilt, yakni parameter komitmen tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Jika komitmen TKDN makin tinggi, variable split yang diperoleh juga makin tinggi.

Perhitungannya, jika komitmen TKDN mencapai angka 30-50 persen, akan mendapatkan 2 persen split. Komitmen TKDN sebanyak 50-70 persen akan mendapat 3 persen. Sementara itu, saat komitmen TKDN mencapai 70-100 persen akan mendapat 4 persen tambahan hasil.

Tidak ada yang mau beralih

Dengan semua konsepsi keliru yang beredar di masyarakat, skema gross split ini dinilai kurang menguntungkan bagi investor. Akibatnya, tidak ada investor yang bersedia beralih dari skema cost recovery menjadi gross split.

Ternyata anggapan itu tidak benar. Sejak ditetapkan pada akhir 2017 lalu, sudah banyak wilayah kerja yang beralih menggunakan skema gross split. Menurut data terbaru dari Kementerian ESDM tahun 2019, sudah ada 40 wilayah kerja yang menggunakan skema tersebut.

“Di 2015 dan 2016 tidak ada yang tertarik untuk membeli blok migas cost recovery. Saya percaya, ketika suatu perusahaan membeli blok eksplorasi bukan hanya karena harga minyak dunia naik. Di akhir 2017 kami mengubah skema menjadi gross split, 5 wilayah kerja kami terjual,” terang Arcandra.


Terkini Lainnya

Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Work Smart
Konflik Iran-Israel, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Konflik Iran-Israel, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Whats New
Terbit 26 April, Ini Cara Beli Investasi Sukuk Tabungan ST012

Terbit 26 April, Ini Cara Beli Investasi Sukuk Tabungan ST012

Whats New
PGEO Perluas Pemanfaatan Teknologi untuk Tingkatkan Efisiensi Pengembangan Panas Bumi

PGEO Perluas Pemanfaatan Teknologi untuk Tingkatkan Efisiensi Pengembangan Panas Bumi

Whats New
Daftar Lengkap Harga Emas Sabtu 20 April 2024 di Pegadaian

Daftar Lengkap Harga Emas Sabtu 20 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Tren Pelemahan Rupiah, Bank Mandiri Pastikan Kondisi Likuiditas Solid

Tren Pelemahan Rupiah, Bank Mandiri Pastikan Kondisi Likuiditas Solid

Whats New
LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPRS Saka Dana Mulia

LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPRS Saka Dana Mulia

Whats New
Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Spend Smart
Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com