Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Perusahaan Tak Bayar Kompensasi Sesuai Aturan, Ini Kata Menaker

Kompas.com - 21/02/2020, 08:06 WIB
Rully R. Ramli,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebutkan, tingkat kepatuhan pembayaran kompensasi kepada tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) masih sangat rendah.

Menurutnya, hal ini diakibatkan besaran pesangon yang diatur melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan masih terlalu tinggi.

Hal ini menyebabkan perusahaan tidak mampu membayar pesangon tersebut.

Baca juga: Omnibus Law, Pemerintah Atur Pesangon PHK hingga 9 Bulan Upah

"Ternyata UU 13 2013 itu cukup tinggi ya pesangonnya. Karena cukup tinggi, data kami menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan terhadap UU ini rendah, karena ternyata perusahaan-perushaan tidak mampu membayarnya," tutur Ida di Jakarta, Kamis (20/2/2020).

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan 2019, dari total 536 persetujuan bersama PHK, hanya 147 persetujuan bersama yang membayarkan uang kompensasi sesuai dengan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

"Atau sekitar 27 persen. Sedangkan sisanya sebanyak 384 persetujuan bersama atau sekitar 73 tidak melakukan pembayaran kompensasi PHK sesuai dengan UU 13 tahun 2003," ujar Ida.

Selain itu, Ida juga mendapatkan masukan dari Institute for Development Economic and Finance (INDEF) yang menyatakan bahwa peraturan tenaga kerja di Indonesia masih terlalu rigid, dimana salah satu poin dibahas adalah mengenai pesangon yang dinilai masih terlalu tinggi.

Baca juga: Benarkah Omnibus Law Akan Hapus Pesangon Pekerja? Ini Kata Kemnaker

"Tantangan ketidakpastian global saat ini tidak sedikit membuat perusahaan merugi. Ketika perusahaan ingin downsizing karena perusahaan merugi, perusahaan dituntut membayar kompensasi PHK yang besar," tuturnya.

Oleh karenanya, untuk meningkatkan angka kepatuhan tersebut pemerintah berencana mengubah skema besaran uang pesangon pekerja yang terkena PHK.

Ida menjelaskan, melalui Omnibus Law Cipta Kerja pemerintah berencana tidak hanya memberikan uang pesangon, tetapi juga berbagai manfaat yang tergabung dalam Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

"JKP ini mandatnya adalah pemberian cash benefit, uang saku. Ada pelatihan atau vokasi dan akses penempatan. Ini yang tidak ada di dalam UU yang lama," tutur dia.

Baca juga: Menaker Sebut Hanya 27 Persen PHK yang Membayarkan Kompensasi Sesuai Aturan Pada 2019

Sebagai informasi, dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang diterima Kompas.com, skema besaran pesangon pekerja terkena PHK tidak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan UU 13 tahun 2003, yakni sebagai berikut.

  1. Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah.
  2. Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah.
  3. Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah.
  4. Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah.
  5. Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah.
  6. Masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah.
  7. Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah.
  8. Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah.
  9. Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

Baca juga: Serikat Buruh Minta Pemerintah Bikin Lembaga Jaminan Pesangon

Namun, skema pemberian pesangon hanya dibagi menjadi 7 periode. Adapun detail besaran uang penghargaan adalah sebagai berikut.

  1. Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah.
  2. Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah.
  3. Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah.
  4. Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah.
  5. Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah.
  6. Masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah.
  7. Masa kerja 21 tahun atau lebih, 8 bulan upah.

Padahal, di dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, besaran uang penghargaan terbagi menjadi 8 periode. Dengan periode masa kerja paling lama adalah 24 tahun atau lebih, dengan uang penghargaan sebesar 10 bulan upah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Whats New
Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Whats New
Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Whats New
Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Whats New
Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Spend Smart
Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Whats New
Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Work Smart
Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Work Smart
Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Whats New
Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Whats New
HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

Rilis
Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Whats New
Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Whats New
Freeport Indonesia Catat Laba Bersih Rp 48,79 Triliun pada 2023, Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda Papua Tengah

Freeport Indonesia Catat Laba Bersih Rp 48,79 Triliun pada 2023, Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda Papua Tengah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com