Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Perlu Diskresi untuk Koperasi Multipihak

Kompas.com - 25/11/2020, 19:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI AMERIKA, ada kisah menarik tentang Stocksy. Sebuah koperasi platform yang mengonsolidasi para fotografer. Platform itu dirintis oleh seorang startup founder, bukan fotografer. Koperasinya bekerja dengan basis multipihak. Itu artinya basis anggota terdiri dari beberapa kelompok berbeda.

Di Stocksy, mereka membaginya menjadi tiga. Kelompok A berisi founder dan advisor. Kelompok B adalah para karyawan dan kelompok C para fotografer.

Jumlah anggota masing-masing kelompok berbeda. Kelompok A sampai saat ini hanya 5 orang, kelompok B ada 28 orang, dan paling banyak kelompok C, lebih dari 1.000 orang.

Dari sisi bisnis, platform ini tumbuh pesat sebab royalti yang dibagikan lebih besar 2-3 kali lipat di banding platform lainnya. Fotografer selaku content creator tentu saja menyukainya.

Itu belum ditambah dengan deviden yang mereka terima di akhir tahun. Dan juga privilege keterlibatan dalam pengambilan keputusan sebagai anggota koperasi.

Lantas, bagaimana mereka membangun tata kelolanya di mana komposisi fotografer lebih besar daripada kelompok A dan B? Apakah terjadi diktator mayoritas atas kelompok minoritas lainnya?

Tidak. Sebagai koperasi multipihak, mereka memiliki corak yang berbeda dari model konvensional, yang mendasarkan diri pada satu orang satu suara.

Baca juga: Menkop Teten Minta Transformasi Digital Koperasi Harus Dipercepat

Multipihak

Sebenarnya banyak bisnis yang bisa dikonsolidasi dengan koperasi multipihak. Pola hubungan yang awalnya dikotomik, bisa dikonsolidasi di bawah satu payung koperasi. Misalnya, antara produsen dengan konsumen.

Produsen tentu saja lebih kecil jumlahnya daripada konsumen. Bila pakai model konvensional, pastilah konsumen selalu menang.

Konsumen menghendaki harga terbaik versinya, murah atau terjangkau. Di sisi lain, produsen menghendaki harga terbaik baginya dalam arti harga yang tinggi. Hubungan dikotomik itu bisa dimoderasi melalui model multipihak.

Para ilmuwan melihat potensi tersebut sebagai sesuatu yang transformatif alih-alih transaksional. Sebab, para pihak menaruh aspirasinya pada keberlanjutan bisnis secara jangka panjang. Bukan aksi hit and run jangka pendek sekadar mencari selisih margin.

Kadang kala produsen tak langsung ke konsumen. Masih ada pihak intermediary di antara mereka. Misalnya pihak yang bertanggung jawab pada pemprosesan bahan baku. Pihak tengah ini juga bisa dikonsolidasi dalam koperasi yang sama bersama yang lain.

Contoh kasus, koperasi kopi sangat mungkin menggunakan model itu. Pertama adalah petani selaku produsen, kemudian ada juga roastery yang mengolah. Sampai kemudian kopi itu didistribusikan ke outlet atau kedai.

Tiga pihak itu bisa disatukan dalam satu atap. Tujuannya untuk mencari nilai terbaik, wajar dan adil bagi para pihak secara berkelanjutan.

Sayangnya, regulasi di Indonesia belum memungkinkan model koperasi seperti itu dibentuk. Kita hanya mengenal koperasi dengan basis satu pihak: konsumen saja, produsen saja, pemasar saja, dan lainnya. Sehingga mereka sesungguhnya terjebak pada silo atau kamar masing-masing. Apa yang terbaik bagi satu pihak, belum tentu bagi pihak yang lain.

Dalam kasus kopi di atas, para entrepreneur biasanya yang menjadi pihak tengah. Mereka bekerja untuk meningkatkan nilai tambah suatu produk. Intervensinya bisa dengan pemprosesan, branding, pemasaran, dan seterusnya.

Mereka memperoleh stok dari petani, lalu diolah lebih lanjut dan dijual ke outlet atau kedai. Kita akan menilainya sebagai pengepul yang memperoleh nilai lebih dari para produsen.

Sesungguhnya lebih dari itu. Para entrepreneur itu juga menanggung risiko serta mengeluarkan sumber daya yang tak sedikit. Dari modal, mesin, akses pasar, riset dan pengembangan serta variabel lainnya.

Baca juga: Menkop UKM: Dulu Ada Kesan LPDB Musuh Koperasi, Sekarang Sudah Berubah

Bila membentuk koperasi, mereka dipastikan tak akan mengajak petani produsen yang jumlahnya ratusan atau ribuan orang. Sebabnya, mereka khawatir dengan logika demokrasi voting di koperasi.

Pada kasus seperti itu koperasi multipihak bisa menjadi solusi. Para pihak berdiri sebagai kelompok sendiri-sendiri.

Pengambilan keputusan bukan berdasar voting per orang, melainkan proporsional berdasar kelompok. Misalnya, Kelompok Pemproses memiliki suara 40 persen, Kelompok Produsen 40 persen, dan 20 persen sisanya pada Kelompok Outlet.

Prinsipnya tidak ada yang memiliki suara dominan. Dengan cara begitu, ko-operasi atau kerja sama secara alamiah dimungkinkan. Bila satu kelompok memiliki aspirasi tertentu, mereka harus memperoleh dukungan kelompok yang lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Whats New
Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Whats New
BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Whats New
Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Whats New
Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Whats New
Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Whats New
Harga Tiket Kereta Api 'Go Show' Naik Mulai 1 Mei

Harga Tiket Kereta Api "Go Show" Naik Mulai 1 Mei

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com