Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Iran-Israel dan Dampaknya bagi Pasar Keuangan RI

Kompas.com - 24/04/2024, 08:04 WIB
Kiki Safitri,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Meningkatnya ketegangan di Timur Tengah antara Iran dan Israel telah memicu konflik, termasuk serangan rudal dan serangan udara.

Ketidakstabilan geopolitik ini menimbulkan risiko terhadap pasar di Indonesia, yang diperburuk oleh potensi dampak kenaikan harga minyak hingga 100 dollar AS per barrel, arus keluar modal, dan depresiasi rupiah.

Menurut Head Of Fixed Income Research PT Sinarmas Sekuritas (SimInvest) Aryo Perbongso, pemerintah dan Bank Indonesia menghadapi dilema dalam memilih antara kebijakan pro-pertumbuhan dan menstabilkan biaya fiskal untuk mengelola nilai rupiah.

“Mempertahankan BI rate di tengah tantangan-tantangan ini dapat memberikan sinyal dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi namun dapat menyebabkan peningkatan biaya fiskal,” kata Aryo secara virtual, Selasa (23/4/2024).

Baca juga: Indonesia Lebih Banyak Impor dari Israel Dibanding Iran, Bagaimana dengan Ekspor?

“Koordinasi komprehensif antara BI dan pemerintah sangat penting untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan menerapkan kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan yang bersifat pencegahan,” lanjut dia.

Dengan melihat nilai tukar saat ini, Aryo menilai ada kemungkinan bahwa BI rate masih dapat dipertahankan pada April 2024, mengingat siklus pembayaran dividen yang masih berjalan.

Oleh karena itu, terdapat kekhawatiran bahwa kenaikan BI rate pada saat ini mungkin tidak akan memberikan efektivitas yang signifikan. Skenario yang memungkinkan bagi BI dan pemerintah untuk menstabilkan nilai rupiah adalah dengan mempertahankan BI rate dan meningkatkan imbal hasil Surat Utang Negara (SBN).

Baca juga: Imbas Konflik Iran-Israel, Harga Pangan Bisa Meroket

“Dengan dipertahankannya BI rate berarti mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dibandingkan dengan menaikkan suku bunga, meskipun hal ini dapat menyebabkan peningkatan biaya fiskal APBN karena imbal hasil SBN yang lebih tinggi,” ungkap Aryo.

Sementara itu Head of Institutional Research Sinarmas Sekuritas, Isfhan Helmy memprediksi dampak eskalasi konflik Timur Tengah tidak begitu berpengaruh secara langsung terhadap bursa saham Indonesia. 

“Menurut kami penurunan IHSG yang terjadi pada pembukaan perdagangan hari pertama pasca libur Lebaran semata untuk memfaktorkan penurunan bursa saham AS sepanjang pekan libur Lebaran,” ujar Isfhan.

Baca juga: Melihat Dampak Konflik Israel-Iran di Pasar Keuangan

“Kami melihat ini hanya akan menjadi tren bearish sementara bagi IHSG, Dan justru sebaiknya merupakan peluang untuk masuk pada emiten-emiten berfundamental bagus,” jelasnya.

Beberapa saham yang patut dicermati antara lain, Indofood CBP (ICBP) rekomendasi buy, target price Rp 12.750. Kemudian,  Sumber Alfaria (AMRT) dengan rekomendasi buy, target price Rp 3.250. Selanjutnya, Mayora Indah (MYOR) rekomendasi buy, target price Rp 2.820.

Untuk sektor perbankan, Bank Mandiri (BMRI) rekomendasi buy, target price Rp 8.150, dan Bank Negara Indonesia (BBNI) dengan rekomendasi buy, target price Rp 6.475. Di sektor telekomunikasi, ada Telkom Indonesia (TLKM) yang direkomendasikan buy dengan target price Rp 4.200.

“Kami menyarankan investor agar tetap tenang dan memanfaatkan penurunan harga saham saat ini sebagai entry point dengan harga yang terdiskon,” tambah dia.

Baca juga: Ada Konflik Iran-Israel, Penjualan Asuransi Bisa Terganggu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com