Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Program Gas Murah Dinilai ‘Jadi Beban’ Pemerintah di Tengah Konflik Geopolitik

Kompas.com - 24/04/2024, 14:30 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai pemerintah perlu berhati-hati dalam pengelolaan anggaran negara terkait potensi pelemahan ekonomi akibat konflik di Timur Tengah. Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga berada dalam trend melemah.

Belum lagi, ada rencana menaikkan impor BBM menjadi 850.000 barrel per hari akibat penurunan produksi migas nasional.

Bhima menilai, adanya program harga gas murah untuk industri yang dikenal sebagai Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) akan semakin menambah beban pemerintah di masa depan dengan kondisi yang tidak pasti ini.

”Sebaiknya kebijakan insentif harga gas khusus (HGBT) perlu dievaluasi ulang. Pertama, memertimbangkan risiko geopolitik yang bisa mendorong harga gas lebih tinggi dan pelemahan kurs Rupiah,” ungkap Bhima kepada wartawan, Selasa (23/4/2024).

Bhima mengatakan, kenaikan harga gas, akan mendorong beban dari program HGBT meningkat sehingga risiko terhadap sektor migas menjadi lebih tinggi dan potensi kehilangan pendapatan negara menjadi lebih besar.

”Padahal APBN juga dibebani subsidi energi yang melebar,” ungkap Bhima.

Baca juga: Komisi VII DPR Minta Industri Pupuk Jadi Prioritas Dapat Alokasi Gas Murah

Pertimbangan kedua mengapa program yang sudah berjalan sejak pandemi Covid-19 dijalankan yaitu pada 2020 ini tidak disarankan diteruskan adalah karena insentif melalui HGBT sejauh ini belum banyak dirasakan manfaatnya.

”Deindustrialisasi tetap terjadi. Porsi industri saat ini hanya di kisaran 18 persen dari PDB. Tujuan insentif gas agar tercapai proses industrialisasi ternyata bisa dibilang gagal,” ujar Bhima.

Pertimbangan ketiga, dari dampaknya terhadap serapan tenaga kerja. Bhima bilang, dengan adanya program HGBT terhadap sektor industri penerima, sejauh ini tidak banyak serapan tenaga kerja.

Baca juga: Realisasi Serapan Gas Murah ke Industri Pupuk Terus Turun, Kenapa?

Bhima menyatakan bahwa program HGBT tidak memiliki multiplier efek yang luas. Adapun upaya mendorong optimalisasi pasokan gas domestik yakni dengan menciptakan sistem yang lebih efisien. Mulai dari memangkas banyaknya rantai pasok termasuk trader hingga optimalisasi infrastruktur.

”Artinya, untuk mencapai harga gas domestik murah untuk industri bukan dengan cara insentif seperti sekarang,” ujar dia.

Berkaitan dengan subsidi energi, Bhima menyarankan agar saat ini tetap memprioritaskan dampak langsung kepada masyarakat untuk menjaga daya beli dan perekonomian secara umum, terutama BBM dan listrik serta LPG 3kg.

Baca juga: Dukung Subsidi Gas Industri Dilanjutkan, Menperin: Ciptakan Daya Saing

 


Seperti diketahui, nilai tukar rupiah saat ini telah menyentuh Rp 16.000 per dollar AS, dan dampak meningkatnya tensi geopolitik diperkirakan akan meningkatkan pula harga komoditas energi seperti minyak.

Sebagai informasi, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengumumkan adanya potensi defisit akibat impor minyak masih terlihat. Sebab, Indonesia memeroduksi sebanyak 600.000 barrel per hari sedangkan impornya mencapai 840.000 barrel per hari dengan rincian sebanyak 600.000 barrel dalam bentuk BBM dan 240.000 barel adalah minyak mentah.

“Impor bersumber dari beberapa negara seperti Arab Saudi, Nigeria, dan beberapa lainnya. Karena mungkin dari beberapa negara itu yang paling kompetitif dalam menawarkan harga BBM-nya,” ujar Arifin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Spend Smart
Apa Itu 'Cut-Off Time' pada Investasi Reksadana?

Apa Itu "Cut-Off Time" pada Investasi Reksadana?

Earn Smart
Mengenal Apa Itu 'Skimming' dan Cara Menghindarinya

Mengenal Apa Itu "Skimming" dan Cara Menghindarinya

Earn Smart
BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

Whats New
Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Whats New
CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

Whats New
Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Earn Smart
HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Whats New
KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

Rilis
Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Whats New
Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan 'Daya Tahannya'

Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan "Daya Tahannya"

Whats New
“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com