Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekportir Tolak Gunakan L/C untuk Pembayaran

Kompas.com - 13/02/2009, 20:31 WIB

 

BANDAR LAMPUNG, JUMAT - Eksportir Kopi Lampung menolak peraturan menteri perdagangan tentang kewajiban menggunakan letter of credit atau L/C untuk pembayaran ekspor komoditas perkebunan dan pertambangan. Selain tidak efektif, L/C juga menimbulkan biaya tinggi dan berpotensi mematikan eksportir kecil.

Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Lampung Suherman Harsono, Jumat (13/2) mengatakan, peraturan Menteri Perdagangan mengenai L/C yang segera berlaku pada 5 Maret 2009 merupakan peraturan untuk mengatur ekspor barang. Peraturan tersebut mewajibkan para eksportir kopi, kakao, minyak sawit, karet, dan produk pertambangan di antaranya seperti biji besi, biji mangan, biji tembaga, dan batubara mencantumkan nomor L/C dalam pemberitahuan ekspor barang (PEB) setiap kali hendak mengekspor.

Eksportir yang tidak mencantumkan L/C, akan dikenai sanksi berupa penangguhan ekspor dan atau sanksi lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Suherman, kewajiban L/C tersebut cukup menyulitkan para eksportir. Selama ini eksportir mengekspor menggunakan transaksi price fixing karena harga kopi berubah-ubah setiap hari. Apalagi, sejak terjadinya krisis keuangan global para eksportir khususnya eksportir komoditas perkebunan sudah kesulitan mendapatkan pembiayaan perbankan.

Untuk bisa membuka dan mencairkan L/C, eksportir masih dibebani biaya tambahan. Biaya tambahan yang dikenakan akan dijumlahkan dengan harga pembelian, sehingga eksportir akan membebankan biaya L/C kepada petani. "Kondisi ini tentu bertentangan dengan misi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan petani," ujar Suherman.

Selain biaya pembukaan dan pencairan L/C yang mahal, sekitar seperempat dari total nilai transaksi, para eksportir juga menghadapi kesulitan dimana tidak semua bank lokal mempunyai korespondensi dengan bank pembeli. Akibatrnya, transaksi akan memakan waktu lebih lama dan biaya tambahan.

Suherman mengatakan, pelaksanaan peraturan tersebut berpotensi menghambat transaksi dan menambah biaya ekspor, terutama transaksi immediate shipment. "Persyaratan L/C tersebut akan mengurangi daya saing produk Indonesia. Kita akan kalah bersaing dengan negara produsen perkebunan sejenis lainnya yang tidak mensyaratkan L/C," ujar Suherman.

Selain itu, pemberlakuan peraturan berpotensi mematikan eksportir kecil. Dari 60-an eksportir kopi di Lampung, tercatat hanya 10 eksportir besar yang mampu mengirim puluhan ribu ton kopi setiap bulan.

Sisanya eksportir kecil yang hanya mampu mengirim duatiga kontainer kopi per bulan. Peraturan L/C akan mematikan mereka karena tidak mampu bersaing, ujar Suherman.

Kepala Humas AEKI Lampung Azis Chan Satib mengatakan, selain itu para eksportir juga mempertanyakan efektivitas peraturan tersebut untuk menambah penerimaan devisa negara. Total nilai ekspor kopi nasional tidak lebih dari satu persen dari total nilai ekspor nasional. "Secara keseluruhan kami tidak melihat nilai tambah bagi petani mauun eksportir akibat pemberlakuan ekspor wajib L/C," ujar Azis.

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Spend Smart
Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan 'Tax Holiday'

Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan "Tax Holiday"

Whats New
Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Whats New
Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Whats New
Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Spend Smart
Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Whats New
Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Whats New
Perluasan Sektor Kredit, 'Jamu Manis' Terbaru dari BI untuk Perbankan

Perluasan Sektor Kredit, "Jamu Manis" Terbaru dari BI untuk Perbankan

Whats New
Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Whats New
Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Whats New
Soal Boks Mainan Megatron 'Influencer' Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Soal Boks Mainan Megatron "Influencer" Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Whats New
Kredit Bank Jatim Naik 18,7 Persen Sepanjang Kuartal I-2024

Kredit Bank Jatim Naik 18,7 Persen Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Menteri Trenggono Akui Sulit Cegah Penyelundupan Benih Lobster

Menteri Trenggono Akui Sulit Cegah Penyelundupan Benih Lobster

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com