Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ma Yan, Kolaborasi Ibu dan Anak yang Menghangatkan Jiwa

Kompas.com - 01/09/2009, 01:31 WIB

Oleh: Meicky Shoreamanis Panggabean*

Penulis: Sanie B. Kuncoro
Jumlah Halaman: 214 halaman
Penerbit: Bentang Pustaka
ISBN: 978-979-1227-50-6

Bai Juhua adalah seorang perempuan buta huruf yang tinggal di Zhangjiashu, sebuah wilayah berpenghasilan rata-rata 400 yuan per tahun  ketika pendapatan nasional Cina adalah 6000 yuan. Suami Juhua, Ma Dongji,  kerap meninggalkan keluarga hingga  berminggu-minggu  untuk mencari nafkah dan terkadang pulang tanpa uang satu yuan pun karena ditipu mandor.

Juhua tinggal bersama ketiga anaknya yang dengan seluruh  upaya berusaha ia sekolahkan. Bagaimanapun, kemiskinan yang mencengkeram membuat Juhua terpaksa mengeluarkan Ma Yan  dari sekolah. Ma Yan lantas melancarkan protes “Jadi, anak laki-laki boleh terus bersekolah dan aku bekerja?” begitu ia menggugat.   “Begitulah”, sahut  sang Ibu (Hal.130).

Keputusan Juhua sebenarnya mudah dipahami karena perempuan memang warga negara kelas dua di negerinya.  Bagaimanapun, Junhua tersentuh dengan antusiasme Ma Yan  untuk tetap sekolah dan sebagai seorang ibu, ia pun melakukan semua yang mungkin dan mencoba apa yang terlihat mustahil untuk mewujudkan cita-cita  anaknya. Ada pun Ma Yan yang tumbuh sebagai figur pantang menyerah, terus belajar di tengah-tengah kelaparan yang kerap melilit perutnya. Tak hanya memeras keringat, kedua perempuan ini pun tak putus mendaraskan doa-doa kepada Tuhan dengan iman dan air mata.

Lantas, apa hasil dari  seluruh tetesan keringat dan air mata mereka yang nampaknya membasahi telinga Tuhan hingga basah kuyup? Hasilnya adalah  sebuah cerita  penggugah semangat yang dimuat media Perancis, diterjemahkan  ke  dalam 17 bahasa dalam waktu kurang dari 4 tahun dan berhasil mendorong  sebuah lembaga untuk memberikan bea  siswa kepada Ma Yan dan sekitar 250 temannya  dari  desa yang sama.
***
Kisah perempuan kelahiran 6  Maret  1988 ini sekarang hadir dalam bentuk novel yang benar-benar menguras emosi. Karena menginginkan kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya, Ma Yan bertekad  untuk  terus sekolah, apapun taruhannya. Ia bahkan rela kelaparan  selama dua minggu agar bisa membeli sebuah pena yang akan membantu kelancarannya dalam belajar. Pena ini jugalah kelak yang akan ia gunakan untuk mengisi buku hariannya, benih dari buku laris Diary of Ma Yan yang pertama kali terbit di London pada tahun 2005.

Catatan harian ini membuka mata dunia mengenai apa yang terjadi pada diri  Ma Yan. “Akan kubawa keluargaku menjauh sejauh-jauhnya dari takdir kemiskinan”, demikian  ia menuliskan  tekadnya (hal.162). Komitmen ini membuatnya rela berjalan kaki, atau kadang-kadang menumpang traktor dengan membayar satu yuan,  ke sekolah  yang berjarak  5 jam dari rumah dengan resiko bertemu ular atau perampok. Ia pun tak keberatan tinggal di asrama dengan menu sehari-hari satu potong roti agak keras serta nasi yang hanya dibumbui dengan sedikit sayur kubis.

Dari catatan ini pula  dunia tahu tentang  betapa dahsyatnya upaya yang dilakukan Juhua agar  Ma Yan tak bernasib seperti anak perempuan lainnya:Miskin, bodoh lalu  menikah dan tetap menjadi miskin serta bodoh. Hidup denga rasa perih  yang amat menyakitkan karena sebagai ibu ia hanya mampu memberi makan anaknya dua kali sehari, Juhua bertekad untuk mematahkan kemiskinan yang telah  turun-temurun melingkari  keluarganya. Ia  bahkan rela menjadi pemanen  fa cai, tumbuhan yang biasa dikonsumsi dalam bentuk salad atau sop, di Mongolia Dalam demi  beberapa puluh yuan untuk membayar uang sekolah Ma Yan:Menumpang traktor sejauh 400 kilometer, diterpa pasir dan angin, berangkat memanen jam setengah enam pagi dan membungkuk hingga jam tujuh  malam untuk menebas fa cai dan tidur beratapkan bintang, tak perduli betapapun dinginnya udara ketika itu.

Kerja keras ibu dan anak ini  digulirkan Sanie B. Kuncoro dari sudut pandang Juhua dan Ma Yan sekaligus, sebuah  cara penulisan yang membuat keterlibatan emosi pembaca menjadi lebih dalam. Bagaimana tidak, penerapan dua sudut pandang semacam  ini memberi gambaran yang lebih utuh tentang  peristiwa yang baru saja terjadi dan secara otomatis, melahirkan intensitas emosi yang lebih kuat di hati pembaca.

Perasaan kita akan dibuat haru biru oleh  uraian Junhua yang merasa gagal sebagi ibu karena ia merasa terus-menerus  memberikan kepahitan hidup kepada anak-anaknya (hal.115-126). Kita juga  ‘dipaksa’ untuk kembali mengingat cinta dan jasa  orang tua, terutama ibunda, saat membaca curahan hati Ma Yan tentang Junhua: Ibu yang menyembunyikan rasa sakit dan letih agar anaknya  bisa belajar dengan tenang (hal.88), ibu yang memberikan seluruh makanan yang ada untuk anaknya dan membiarkan dirinya kelaparan dan kehausan hingga bibirnya kering (hal.94).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com