Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Jauhi Kaum Papa

Kompas.com - 19/10/2009, 06:00 WIB

DHAKA, KOMPAS.com-Bankir bagi kaum miskin asal Banglades, Muhammad Yunus, mengatakan, dunia telah kehilangan kesempatan emas untuk membantu kaum papa melalui pembentukan sistem keuangan baru.

Penerima hadiah Nobel Perdamaian 2006, pendiri Grameen Bank, mengatakan, sistem perbankan tidak banyak berubah setelah krisis global. Ini membuat akses pendanaan bagi kaum papa tak terwujud.

”Krisis memberi kita kesempatan terbesar untuk memperbarui dan merancang kembali sistem finansial global secara total,” ujar Yunus (69) di Dhaka, Banglades, Minggu (18/10).

”Kita tetap kembali ke masa lalu. Kita akan menghadapi krisis yang sama karena tidak memperbaiki hal yang harus diperbaiki.” Dengan kata lain, bank tetap diarahkan melayani kreditor korporasi dan tak terbuka bagi kaum papa.

Yunus membentuk lembaga ventura kredit mikro beraset miliaran dollar AS dengan meminjamkan 27 dollar AS kepada sekelompok perempuan di sebuah desa di Banglades pada 1976. Dia kritis terhadap sistem perbankan global yang menafikan kaum papa, kreditor bank yang jujur dan lancar mengembalikan utang.

Dia mengatakan, sistem perbankan global yang lebih baik dan lebih terbuka bagi semua golongan sebenarnya dimungkinkan. ”Pertama-tama kita harus merancang kembali sistem finansial yang membuat bank lebih terbuka. Setiap orang di dunia ini harus mendapat akses ke sistem. Grameen membuktikan hal itu dapat dilakukan,” ujarnya.

”Kedua, kita harus meyakinkan bahwa sektor perbankan tidak akan pernah lagi mendapatkan dana talangan dari para pembayar pajak karena kesalahan perbankan itu sendiri.”

Status sosial terangkat

Banyak bank terkemuka mendapatkan suntikan dana pemerintahan dengan menggunakan pajak pada tahun 2008. Talangan itu diberikan karena bank-bank merugi akibat kesalahan investasi.

AS dan negara-negara di Eropa telah memompakan miliaran dollar AS ke dalam sistem perbankan. Banyak di antara bank yang telah mendapatkan talangan itu, seperti JP Morgan. Lembaga keuangan ini melaporkan telah mendapatkan keuntungan besar walaupun mendapatkan talangan pemerintah. Kritik pun berdatangan, apa bedanya antara keadaan setelah terjadinya Depresi Besar pada tahun 1930-an dengan krisis sekarang ini.

Menurut Yunus, aspek yang perlu ditekankan adalah aspek sosial, bukan sekadar mengejar keuntungan semata.

Yunus mendapatkan kritikan atas program kredit mikronya. Beberapa ekonom mengkritik tingginya bunga yang harus dibayar peminjam kredit mikro, yang bisa mengakibatkan kebangkrutan berantai.

Yunus menjawab. ”Di sektor kredit mikro ada banyak pelaku. Kredit mikro menjadi kata penting, tetapi terkadang misinya tidak benar-benar menjalankan kredit mikro.”

Grameen Bank memiliki delapan juta peminjam yang memiliki utang sebesar 8 miliar dollar AS. Bank itu memiliki 29.000 pekerja. Dia mengatakan, pengembalian kredit relatif lancar dan lima persen peminjam terangkat dari kemiskinan setiap tahun. Yunus mengakui, pemberian Nobel untuknya membantunya untuk mendapatkan legitimasi atas apa yang telah dia kerjakan. (AFP/JOE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com