Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MTI: Pemerintah Tak Paham soal Transportasi "Online"

Kompas.com - 03/08/2017, 21:28 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presidium Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Muslich Asikin menyarankan pemerintah merevisi Permenhub Nomor Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.

Sebab, menurut dia, peraturan ini memberatkan transportasi berbasis aplikasi online serta menunjukkan lemahnya pemahaman terhadap transportasi ini.

"Pemerintah sepertinya masih di partai analog, bukan di partai teknologi. Generasi analog ini generasi yang muter-muter, seperti permainan billiard yang bolanya muter-muter dulu, baru masuk ke dalam lubang," kata Muslich, dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (3/8/2017).

Dalam aturan tersebut ada tiga klausul yang dianggap menambah rumit situasi. Yakni kuota, tarif batas atas dan bawah, dan pengalihan kepemilikan kendaraan. BPTJ bersama pemerintah daerah telah menetapkan kuota transportasi online di Jabodetabek sebanyak 120.000 dan Jawa Timur sebanyak 4.500.

Kuota akan mengurangi hak masyarakat dalam memperoleh penghasilan dan pekerjaan.

"Kuota juga membatasi hak penumpang mendapat pilihan moda transportasi sesuai kenyamanannya. Pembatasan kuota jadi tidak relevan, ketika taksi konvensional bekerja sama dengan aplikasi," kata Muslich.

Adapun penerapan tarif atas dan tarif bawah membuat masyarakat kesulitan mengakses transportasi murah. Kemudian aturan ini juga disebut membuat pengemudia enggan melayani daerah yang sulit dijangkau.

Pengemudi transportasi berbasis aplikasi online sebelumnya mendapat insentif jika melayani konsumen saat permintaan tinggi. Namun dengan adanya penerapan tarif batas atas, insentif tersebut akan hilang. Akibatnya, lanjut dia, kebutuhan transportasi masyarakat tidak terpenuhi.

"Kemudian untuk pengalihan kepemilikan kendaraan, sangat tidak feasible dan tidak dapat dilaksanakan," kata Muslich.

Dia menjelaskan, kehadiran ride sharing yang diaplikasikan oleh aplikasi online merupakan terobosan penumpang untuk mengakses mobil tanpa kepemilikan.

Ride sharing ini berfungsi ketika masyarakat membutuhkan transportasi menuju tempat yang tak dijangkau oleh transportasi publik lainnya.

Sistem yang digunakan merupakan "pay as you drive" dari satu titik ke titik lainnya. "Kebijakan ride sharing juga sudah diaplikasikan di banyak negara di Eropa seperti Bremen (Jerman) dan Roma (Italia), dan untuk terbukti dapat menekan pertumbuhan mobil pribadi hingga 10 kali lipat," kata Muslich.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com