Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wellson Lo
Pegiat Fintech

Anggota Asosiasi FinTech Indonesia, CEO & Co-Founder of Stockbit

Teknologi Social Network dalam Investasi Pasar Modal

Kompas.com - 03/10/2017, 14:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAprillia Ika

Indonesia merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, namun  memiliki tingkat literasi keuangan yang masih rendah. Hanya 32 persen dari jumlah penduduk dewasa di Indonesia yang melek finansial (financially literate).

Angka ini jauh di bawah capaian negara tetangga kita, seperti Myanmar, dimana 52 persen dari penduduknya sudah melek finansial, bahkan dari negara-negara di Afrika, seperti Zimbabwe atau Uganda .

Tingkat literasi keuangan yang rendah ini juga tercermin dari rendahnya partisipasi penduduk Indonesia dalam berinvestasi di pasar modal. Saat ini, jumlah investor di pasar modal Indonesia hanya sekitar 500.000 orang, atau kurang dari 0,3 persen dari penduduk dewasa.

Sementara di satu sisi, investasi merupakan salah satu faktor utama yang dapat menunjang masyarakat untuk mencapai tujuan keuangan, khususnya dalam milestones penting kehidupan mereka.

Misalnya mempersiapkan pernikahan, membeli rumah pertama, mencadangkan dana untuk hal-hal yang tak terduga seperti sakit atau perawatan, pensiun, hingga berinvestasi untuk mencukupi kebutuhan anak di masa depan – baik untuk pendidikan maupun untuk kesehatan mereka.

Perencanaan keuangan yang bijak, didukung informasi yang memadai untuk membuat keputusan keuangan, sangat esensial demi pencapaian tujuan keuangan keluarga dan masyarakat secara lebih luas.

Pemerintah, melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), telah mencanangkan dan memulai program edukasi dan sosialisasi “Yuk Nabung Saham”, yang bertujuan untuk menggalakkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal.

 

Sumber: IDX Website - http://yuknabungsaham.idx.co.idDok. Asosiasi FinTech Sumber: IDX Website - http://yuknabungsaham.idx.co.id

Berinvestasi di pasar modal merupakan pilihan terbaik jika dibandingkan dengan produk investasi lainnya, jika dilihat dari sisi risiko, potensi keuntungan dan likuiditas.

Sebagai contoh, ketika berinvestasi di bidang properti, dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menjual properti senilai Rp 800 juta, sedangkan menjual saham blue chip dengan nilai yang sama di pasar modal dapat dilakukan dalam hitungan menit.

 

Sumber: Divisi Riset BEI (30 Desember 2016)Dok. Asosiasi FinTech Sumber: Divisi Riset BEI (30 Desember 2016)

Dengan potensi pertumbuhan investasi yang jauh lebih baik dibandingkan dengan deposito atau pun emas (lihat grafik), dan ketersediaan likuiditas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan investasi properti, maka seharusnya berinvestasi di pasar modal menjadi pilihan utama bagi semua orang.

Namun mengapa kita tidak melihat pertumbuhan jumlah investor di pasar modal secara signifikan?

Ketersediaan Informasi dan Analisa

Pertanyaan yang selalu timbul setelah mendengar ajakan berinvestasi di pasar saham adalah ‘saham yang mana?’

Sebelum memilih saham suatu perusahaan untuk dibeli, seseorang akan mengumpulkan informasi yang terkait dengan saham tersebut, dan informasi mengenai keadaan ekonomi negara pada umumnya.

Sayangnya, akses untuk mendapatkan informasi tersebut tidak tersedia secara merata bagi semua orang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com