Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heryadi Silvianto
Dosen FIKOM UMN

Pengajar di FIKOM Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan praktisi kehumasan.

Aplikasi Sudah "Online", Pangkalan Tetap"Offline"

Kompas.com - 22/11/2017, 07:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

KESIMPULAN bahwa dengan adanya teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) akan membuat hidup semakin efisien, tidak selamanya benar. Karena teknologi memang telah terjadi proses disintermediasi di banyak sendi kehidupan, tapi juga dari proses tersebut memunculkan inefisiensi sebagai sebuah dampak bawaan.

Penulis akan meneropongnya dari satu segmen yang paling umum, transportasi daring lebih spesifik ojek online. Sebuah fenomena unik terkait transportasi online yang hanya terjadi di Indonesia, karena di negara lain pada umumnya kendaraan roda empat atau mobil (taksi).

Fenomena transportasi daring seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di banyak belahan dunia lainnya dan sering disebut sebagai ‘uberization’. Istilah yang diperkenalkan oleh mantan CEO Uber Travis Kalanick.

Adapun penulis dalam kapasitas ini memandang sebagai konsumen, pun juga sebagai observer (pengamat). Dengan kata lain, penikmat juga pengkritik secara bersamaan.

Dahulu sempat ada wacana bahwa keberadaan ojek perlu dihapuskan, selain karena tidak memiliki kelayakan sebagai alat transportasi juga diduga pangkalan ojek menjadi salah satu sumber kemacetan.

Kini dengan sentuhan TIK, profesi ojek mengalami pengembangan secara horizontal dan vertikal. Akibatnya jumlah ojek pangkalan mengalami penyusutan, karena sebagiannya telah mengalami proses pertukaran (trade off) ke ojek online. Buah dari adanya insentif awareness (pengetahuan).

Baca juga : Teknologi, Transportasi Daring, dan Manfaat Sosial Baru

Hingga pada akhirnya sebagian segmen ojek partikelir secarac akomodatif berpindah, sisanya belum atau tidak. Pihak yang konservatif pada awalnya secara ekstrem memilih relasi bertolak belakang dengan cara berkonflik, demonstrasi, dan buat larangan melintas.

Namun demikian saat energi tak sebanding kapasitas dan ruang kendali, langkah mengalah dan membiarkan adalah jalan terbaik. Kini kita menemukan dua jenis ojek: online dan partikelir (konvensional). Berdampingan, meski sesekali masih bersitegang. 

Spanduk berisi larangan mangkal bagi ojek online di lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM).Dokumen Humas UGM Spanduk berisi larangan mangkal bagi ojek online di lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Keberadaan ojek online secara faktual bukan hanya 'menguras' tukang ojek pangkalan, namun juga menarik profesi lain masuk ke industri ini. Maka terjadilah fenomena migrasi pekerjaan secara paruh waktu maupun penuh dari segmen profesi lain.

Di antaranya office boy (OB), pramuniaga di warung ritel modern, manajer asuransi, hingga anak kuliahan. Motifnya beragam, utamanya uang. Itu terjadi secara horizontal.

Baca juga : BPS Sebut Ojek Online Mampu Tekan Angka Pengangguran

Adapun secara vertikal, kini kita bisa mengakses ojek online dari mana saja sepanjang ada sinyal. Dulu ojek hanya melayani penumpang di tempat-tempat marginal seperti pasar, kompleks, dan gang sempit. Siklus ekonominya sempit.

Kini, telah secara penetratif ojek online mengubah pola itu, dapat menerima pesanan dari konsumen yang keluar dari dan ke hotel, dari dan ke perkantoran, dari dan ke mal, bahkan hingga ke depan istana negara sekalipun.

Ada gengsi yang naik dari sebuah profesi ojek, karena masuk ke platform online dan pada saat yang bersamaan selera yang adaptif dari konsumen. Kini di beberapa gerai makanan atau fasilitas tertentu, ojek online mendapatkan tempat dengan disediakan parkir, bel khusus, dan antrian tersendiri.

Sebuah fakta bahwa ojek online telah menjadi perangkat vital dalam rantai distribusi barang dan jasa.

Saat ini mulai terasa permintaan terhadap ojek online semakin tinggi, meski demikian berbanding lurus dengan jumlah driver ojek online yang juga semakin banyak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com