Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Bunga Pinjaman di Fintech Lending Terlalu Tinggi?

Kompas.com - 06/03/2018, 17:37 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com -  Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyebutkan rata-rata bunga pinjaman dari financial technology (fintech) lending bisa di atas 19 persen per tahun. Wimboh memandang dengan tingkat suku bunga sebesar itu, fintech lending seolah-olah menjadi rentenir yang beroperasi menggunakan platform internet alias rentenir digital.

Menanggapi hal tersebut, Asosiasi FinTech Indonesia (Aftech) memberi tanggapan bahwa pandangan fintech lending sebagai rentenir digital sangat tidak tepat. Ketua Kelompok Kerja Peer to Peer Lending Aftech, Reynold Wijaya Aftech menjelaskan terlebih dahulu mengapa bunga pinjaman yang ditawarkan fintech lending bisa mencapai 19 atau 20 persen per tahun.

"Saya bisa jelaskan bahwa bunganya memang lebih tinggi dari yang bank biasa kasih. Cuma, penting untuk dipahami alasan logis mengapa itu diperlukan," kata dia dalam konferensi pers di gedung Centennial Tower, Selasa (6/3/2018).

Reynold memaparkan, kehadiran fintech telah diakui pemerintah dalam rangka memperluas inklusi keuangan di Indonesia. Peran fintech juga melengkapi keterbatasan bank dan institusi keuangan lainnya yang masih belum bisa mengatasi gap akses keuangan terhadap sebagian besar masyarakat.

Baca juga: Fintech Lending Jangan Jadi Digital Rentenir

Keterbatasan dikarenakan sejumlah hal, misalnya orang yang mengajukan pinjaman ke bank dan lembaga sejenisnya tidak memiliki jaminan untuk diserahkan, usianya masih terlalu muda, atau minim data yang diperlukan sebagai persyaratan. Dalam hal ini, fintech dapat melayani mereka yang ditolak oleh bank dengan menerapkan profiling menggunakan basis data dan teknologi.

Fintech sendiri merupakan platform yang memfasilitasi para pemilik modal untuk bertemu dengan orang yang butuh modal. Para pemilik modal dalam hal ini merupakan orang yang memiliki resiko, sehingga memerlukan mekanisme untuk memberikan reward yang sepadan dengan resiko yang dia tanggung saat memberikan pinjaman.

"Kenapa harus kasih bunga tinggi, karena ada profil risiko (peminjam). Harus dikasih (bunga) lebih tinggi supaya sustainable dan pemodal bisa menggarap keuntungan," tutur Reynold.

Dia menegaskan, berapapun bunga yang ditetapkan, tidak akan terlalu berpengaruh terhadap pendapatan jasa fintech karena rata-rata fintech telah menetapkan fee jasa mereka kepada pemodal. Dengan kata lain, baik bunga tinggi ataupun rendah, tidak terlalu berpengaruh terhadap pendapatan jasa fintech.

"Jadi, konflik kepentingan kami rendah karena berapapun bunganya, tidak ada hubungannya dengan kami," ujar Reynold.

Wakil Ketua Umum Aftech Adrian Gunadi menambahkan, rata-rata peminjam fintech lending meminjam uang dalam waktu singkat, antara dua sampai tiga bulan lamanya. Sebagian besar dari mereka juga merupakan pekerja atau pelaku usaha kecil menengah di industri kreatif, di mana margin keuntungan tiap bulan yang bisa didapat mencapai 30 persen.

Sehingga, bila bunga pinjaman 19 persen, dengan masa pinjaman selama dua bulan, peminjam hanya perlu membayar bunga sekitar 1,9 persen ditambah dengan fee, misalnya 1 persen. Hal tersebut dinilai masih menguntungkan pelaku usaha atau peminjam karena hitungan bunganya masih rendah dibanding margin yang dia terima dari hasil usahanya berkat sokongan dana melalui fintech lending.

"Bunga di fintech lending masih dalam angka yang wajar. Kalau lihat kartu kredit atau KTA (Kredit Tanpa Agunan) bank pada umumnya, itu bisa 35 sampai 40 persen. Jadi, UKM di Indonesia bisa mengukur apa yang wajar dan tidak wajar," ucap Adrian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com