Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Kewajiban Aplikator Online Berubah jadi Perusahaan Angkutan

Kompas.com - 13/04/2018, 09:45 WIB
Ridwan Aji Pitoko,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan taksi dalam jaringan (daring) atau online terus memunculkan polemik, mulai dari permasalahan tarif hingga regulasi khusus yang mengatur operasionalnya.

Belum hilang di ingatan masyarakat bagaimana ribuan sopir taksi daring pada beberapa waktu lalu menggelar unjuk rasa di depan Gedung Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Istana Negara Jakarta untuk menolak keberadaan Peraturan Menteri (PM) Perhubungan 108 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.

Sementara pada akhir Maret 2018 kemarin, pemerintah kembali mengapungkan niatan untuk kembali meregulasi soal taksi daring. Kali ini yang menjadi sasaran adalah aplikator atau perusahaan transportasi online seperti Grab dan Go-Jek.

"Aplikator itu nantinya dijadikan sebagai perusahaan jasa angkutan umum, di samping adalah aplikator juga," ujar Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (28/3/2018).

Moeldoko menilai bahwa perubahan status tersebut bisa menjadi satu dari sekian banyak solusi bagi permasalahan transportasi online saat ini.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi pun menjelaskan bahwa keputusan agar aplikator transportasi online berubah menjadi perusahaan transportasi umum akan dituangkan dalam revisi PM Perhubungan 108 tahun 2017.

Perubahan tersebut nantinya akan menjadi payung hukum terhadap perubahan perusahaan taksi online, yakni Go-Jek dan Grab menjadi perusahaan angkutan umum.

"Sekarang ini sedang kami atur revisi satu atau dua pasal," terang Budi Karya di Jakarta, Kamis (29/3/2018).

Menurut Budi, pemerintah pun telah melakukan pembicaraan dengan para penyelenggara layanan taksi daring terkait rencana revisi itu.

Harapannya perubahan ini bisa menjadi perbaikan terhadap taksi online. Posisi pengemudi yang tadinya hanya sebagai mitra pun diubah menjadi hubungan langsung dengan perusahaan, atau dengan kata lain dianggap sebagai karyawan.

Selain itu, pasal-pasal yang terkait dengan keamanan akan tetap dicantumkan di dalam PM 108. Tidak akan ada perubahan terhadap pasal kategori ini.

Adapun alasan lainnya mengapa pemerintah bersikukuh agar aplikator berubah status menjadi perusahaan angkutan umum adalah karena selama ini aplikator semacam Grab dan Go-Jek menempatkan diri mereka sebagai perusahaan transportasi umum, bukan aplikator.

Hal itu kemudian memunculkan pro dan kontra dari pihak aplikator dan pihak driver atau sopir.

"Tujuan utamanya adalah enggak mau memunculkan lagi pro dan kontra. Sekarang ini kan masih memunculkan itu, kenapa yang paling terasa itu bahwa para driver online merasa apabila terjadi pelanggaran itu yang kena sanksi mereka. Di PM 108 itu murni aturan terkait transportasi. Sementara soal aplikator belum diatur di PM 108," ungkap Direktur Angkutan dan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat Cucu Mulyana, di Jakarta, Kamis (12/4/2018).

Selain itu, positioning Grab dan Go-Jek serta perusahaan aplikasi online lainnya menunjukkan bahwa mereka bertindak seperti halnya perusahaan transportasi umum.

"Sampai saat ini aplikator itu sudah memposisikan seperti perusahaan angkutan umum atau perusahaan transportasi karena langsung merekrut pengemudi, menerima pendaftaran pengemudi. Nah itu kan sperti kegiatan yang dilakukan perusahaan transportasi umumnya," sambung Cucu.

Belajar dari Korea Selatan

Agar mendapatkan banyak saran atau masukan terkait revisi PM Perhubungan 108 tahun 2017, Kemenhub kemudian mengundang Duta besar (Dubes) Indonesia untuk Korea Selatan (Korsel) Umar Hadi dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD).

Dalam FGD tersebut, Umar memaparkan apa saja yang dilakukan Pemerintah Korsel guna meregulasi keberadaan taksi daring di Seoul.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com