Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rupiah Sudah Sangat Dekat dengan Level Rp 14.000 Per Dollar AS

Kompas.com - 23/04/2018, 06:10 WIB
Erlangga Djumena

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com — Pelemahan nilai tukar rupiah bisa berlanjut. Secara teknikal, rupiah bahkan sangat rentan menyentuh level Rp 14.000 per dollar AS dalam waktu dekat ini.

Mengacu kurs tengah Bank Indonesia, pada penutupan perdagangan Jumat (20/4/2018), rupiah ditutup terkoreksi 0,19 persen ke level Rp 13.804 per dollar AS. Sementara mengacu pasar spot, pada saat yang sama mata uang Garuda melemah lebih dalam hingga 0,78 persen ke level Rp 13.893 per dollar AS.

Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengungkapkan, secara teknikal, saat rupiah tembus Rp 13.780 per dollar AS, potensi untuk semakin melemah lebih cepat. Menurut dia, ada ruang di mana antara kurs Rp 13.780-Rp 14.200, nilai tukar rupiah akan bergerak cepat.

"Kita mungkin sudah pada level yang memang sudah sangat dekat (Rp 14.000 per dollar AS). Kalau sudah lewat Rp 13.780 per dollar AS, itu akan gampang sekali secara teknikal melesat ke atas (melemah). Nanti akan berhenti agak lama di Rp 14.200 per dollar AS," kata Lana saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (22/4/2018).

Baca juga: Rupiah Tembus Rp 13.800 Per Dollar AS, Ini Penyebabnya

Beberapa isu yang sifatnya up and down masih menjadi faktor penyebab pelemahan rupiah. Meskipun, diakui Lana, pelemahan terjadi bukan hanya pada rupiah, melainkan juga mata uang di negara lainnya.

Faktor eksternal jadi penyebab utamanya, seperti pengenaan tarif impor oleh Amerika Serikat (AS), rencana kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS atau Fed Fund Rate (FFR), serta keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menyerang Suriah.

"Ini membuat ketidakpastian di investor global. Akhirnya, mereka akan memilih untuk lebih banyak pegang cash. Mata uang yang dipilih dollar yang juga dikenal sebagai safe heaven currency, akhirnya permintaan dollar pun meningkat," ujarnya.

Di sisi lain, harga minyak yang meningkat membuat kebutuhan akan dollar AS di Tanah Air pun tinggi. Diikuti sepanjang April, ada tren profit action oleh beberapa perusahaan dan agenda pemerintah untuk bayar utang menggunakan dollar AS.

Lana menilai, pelemahan rupiah tidak berkaitan dengan kondisi fundamental Tanah Air mengingat kondisi ekonomi negara masih cukup baik.

"Rupiah kita pernah tembus Rp 14.600 pada 2016, fundamental enggak apa-apa tuh," ungkapnya.

Menurut dia, selama depresiasi rupiah masih dalam batas wajar, pemerintah tidak perlu bertindak. Hanya saja, Bank Indonesia (BI) diminta untuk tetap menjaga pasar, sekaligus memastikan kapan waktu yang tepat untuk intervensi.

"Kita pernah terdepresiasi 3,5-4 persen secara rata-rata, sementara saat ini 1 persen pun belum secara rata-rata. Selama belum ke sana, pemerintah baiknya tidak melakukan apa-apa, karena serba salah. Kalau keluarkan statemen, justru bisa buat pasar berfikir pemerintah panik," ucap dia.

Lana memperkirakan, selama bank sentral ada di pasar untuk intervensi, pergerakan rupiah memungkinkan berada pada kisaran Rp 13.780-Rp 13.880 per dollar AS. ( Intan Nirmala Sari)

Berita ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul Waspada, rupiah sudah sangat dekat dengan level Rp 14.000 per dollar AS

Kompas TV KPK mengusulkan agar pembatasan transaksi uang kartal bisa kembali diperkecil hingga 25 juta rupiah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kata Dirut Garuda soal Api di Mesin yang Sebabkan Penerbangan Haji Kloter 5 Makassar Balik ke Bandara Sultan Hasanuddin

Kata Dirut Garuda soal Api di Mesin yang Sebabkan Penerbangan Haji Kloter 5 Makassar Balik ke Bandara Sultan Hasanuddin

Whats New
Petrokimia Gresik dan Pupuk Indonesia Tingkatkan Produktivitas Padi di Timor Leste

Petrokimia Gresik dan Pupuk Indonesia Tingkatkan Produktivitas Padi di Timor Leste

Whats New
PPN 12 Persen: Siapkah Perekonomian Indonesia?

PPN 12 Persen: Siapkah Perekonomian Indonesia?

Whats New
KKP Ingin RI Jadi Pemenang Budidaya Lobster dalam 30 Tahun Mendatang

KKP Ingin RI Jadi Pemenang Budidaya Lobster dalam 30 Tahun Mendatang

Whats New
IHSG Ditutup Melonjak 1,36 Persen, Rupiah Menguat Dekati Rp 16.000 Per Dollar AS

IHSG Ditutup Melonjak 1,36 Persen, Rupiah Menguat Dekati Rp 16.000 Per Dollar AS

Whats New
Amartha Promosikan Potensi UMKM Lewat The 2024 Asia Grassroots Forum

Amartha Promosikan Potensi UMKM Lewat The 2024 Asia Grassroots Forum

Whats New
Pengembangan Hub 'Carbon Capture and Storage', Pertamina Hulu Energi Gandeng ExxonMobil

Pengembangan Hub "Carbon Capture and Storage", Pertamina Hulu Energi Gandeng ExxonMobil

Whats New
SeaBank Indonesia Bukukan Laba Rp 52 Miliar di Kuartal I-2024

SeaBank Indonesia Bukukan Laba Rp 52 Miliar di Kuartal I-2024

Whats New
Bakal 'Buyback' Saham, Bos ADRO: Sebanyak-banyaknya Rp 4 Triliun

Bakal "Buyback" Saham, Bos ADRO: Sebanyak-banyaknya Rp 4 Triliun

Whats New
Luhut Dorong Maskapai Penerbangan Asing Beroperasi di Indonesia

Luhut Dorong Maskapai Penerbangan Asing Beroperasi di Indonesia

Whats New
Kementerian ESDM: 331 Perusahaan Industri Menghemat Energi pada 2023

Kementerian ESDM: 331 Perusahaan Industri Menghemat Energi pada 2023

Whats New
Home Credit Catat Volume Pembiayaan Rp 2,59 Triliun Sepanjang Kuartal I 2024

Home Credit Catat Volume Pembiayaan Rp 2,59 Triliun Sepanjang Kuartal I 2024

Whats New
Membangun Bisnis Kuliner bersama Boga Hiji

Membangun Bisnis Kuliner bersama Boga Hiji

Whats New
Di Tengah Penurunan Penjualan Unit Baru, Tren Kredit Kendaraan Tetap Tumbuh

Di Tengah Penurunan Penjualan Unit Baru, Tren Kredit Kendaraan Tetap Tumbuh

Whats New
RUPST, Emiten Boy Thohir ADRO Angkat Direktur Baru

RUPST, Emiten Boy Thohir ADRO Angkat Direktur Baru

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com