Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS EKONOMI

Kementan Klaim Petani Tetap Untung Meski Harga Beras Turun

Kompas.com - 04/07/2018, 23:58 WIB
Kurniasih Budi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Harga beras turun merugikan petani. Anggapan ini yang biasa dipahami jika terjadi penurunan harga beras di pasar.

Logika berpikirnya, jika harga di pasar rendah maka harga beli dari petani juga rendah. Dan ini membuat keuntungan yang diperoleh petani semakin kecil mengingat biaya produksi tanam yang semakin tinggi. Tetapi apa yang baru saja terjadi justru sebaliknya.
 
"Menarik mencermati data indikatator ekonomi harga gabah dan beras serta Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) bulan Juni 2018 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini," ujar Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Ketut Kariyas, Rabu (4/7/2018).
 
Ketut menegaskan rata-rata harga gabah baik dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) mengalami peningkatan di tingkat petani dan penggilingan dibanding Mei 2018.

Baca juga: Pemerintah Kaji Ulang Rencana Penurunan HET Beras

Harga GKP di tingkat petani naik 2,10 persen menjadi Rp 4.650/kg dan untuk GKG naik 1,78 persen menjadi Rp 5.361/kg.

Demikian juga di tingkat penggilingan, GKP naik 2,08 persen menjadi Rp 4.739/kg dan GKG naik 1,76 persen menjadi Rp 5.468/kg.
 
“Sementara itu, pada saat yang sama harga beras sebaliknya menurun yaitu 0,48 persen menjadi Rp 9.478/kg untuk beras premium, menurun 0,60 persen menjadi Rp 9.135/kg untuk beras medium, dan menurun 0,67 persen menjadi Rp 8.941/kg untuk beras kualitas rendah,” kata dia.

Program terobosan

Pergerakan harga beras dan gabah yang berlawanan ini sebenarnya dapat dikaitkan dengan kinerja pasar beras yang menjadi lebih efisien, sehingga dapat mengurangi margin pemasaran yang harus ditanggung.  

Kehadiran program-program terobosan yang dilakukan Kementerian Pertanian seperti Toko Tani Indonesia (TTI) yang sudah dikembangkan sejak  2016 di berbagai wilayah, diyakini turut membuat kinerja pasar beras menjadi lebih efisien.
 
“Ini ditandai harga gabah di tingkat produsen menjadi membaik. Dan sebaliknya, harga beras di tingkat konsumen menjadi lebih murah,” ujar Ketut.

Pedagang beras di Pasar Induk Tanah Tinggi, Tangerang, menunjukkan contoh beras yang sebenarnya, Kamis (21/5/2015) pagi. KOMPAS.com/Andri Donnal Putera Pedagang beras di Pasar Induk Tanah Tinggi, Tangerang, menunjukkan contoh beras yang sebenarnya, Kamis (21/5/2015) pagi.
Beras yang dijajakan Pedagang Pasar Kramat Jati, Jakarta, Jumat (25/8/2017)KOMPAS.com/ACHMAD FAUZI Beras yang dijajakan Pedagang Pasar Kramat Jati, Jakarta, Jumat (25/8/2017)

 
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Kepala BPS Suharyanto mengenai data yang dirilis lembaga yang dipimpinnya, bahwa perbaikan tata niaga pertanian berkontribusi pada perbaikan kesejahteraan di tingkat petani sekaligus perbaikan harga di tingkat konsumen.
 
Ketut menjelaskan bahwa peningkatan kinerja pasar beras/tata niaga pertanian dapat dilihat dari dua sisi.

Pertama, membaiknya harga gabah turut menyebabkan membaiknya kesejahteraan atau daya beli petani, yang terlihat dari naiknya NTP sebesar 0,05 persen menjadi 102,04 dan NTUP naik 0,12 peren menjadi 111,51.
 
“Kedua, menurunnya harga beras tentu saja menyebabkan jumlah penduduk miskin baik di perkotaan dan perdesaan akan menurun, mengingat sampai saat ini pangan beras masih merupakan penyumbang terbesar pada pembentukan garis kemiskinan,” kata dia.


Penggunaan alat mesin pertanian (alsintan) di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Modernisasi pertanian memang menjadi program prioritas Kementerian Pertanian.Humas Kementerian Pertanian Penggunaan alat mesin pertanian (alsintan) di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Modernisasi pertanian memang menjadi program prioritas Kementerian Pertanian.
Menurut data BPS September 2017, kontribusi beras terhadap garis kemiskinan di perkotaan masih sekitar 18,8 persen, bahkan di perdesaan lebih besar lagi, mencapai 24,52 persen.
 
“Dengan adanya penurunan harga beras tersebut menyebabkan daya beli konsumen terhadap pangan beras meningkat, sehingga tentunya akan memberikan dampak yang besar terhadap penurunan jumlah penduduk miskin," katanya.
 
Menurunnya jumlah penduduk miskin ini, Ketut menambahkan, sejalan dengan apa yang sedang diupayakan oleh Pemerintah Jokowi-JK, di mana pada tahun ini diharapkan jumlah penduduk miskin secara nasional tinggal di bawah 10 persen.

Selain melalui program pembenahan rantai pasok melalui TTI, meningkatkan pasokan  pangan dari produksi dalam negeri melalui program Upsus Pajale.
 
“Pada tahun ini Kementan juga sedang menginisiasi Program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera Berbasis Pertanian atau yang dikenal Bekerja yang sangat relevan dengan upaya ini, sebagai solusi permanen mengentaskan masyarakat perdesaan dari kemiskinan," ujarnya.
 


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com