Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fintech Selain P2P Lending Belum Wajib Daftar ke OJK

Kompas.com - 07/08/2018, 15:49 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku belum bisa mendaftar perusahaan layanan keuangan berbasis teknologi atau financial technology (fintech) di luar layanan peer-to-peer (P2P) lending.

Sebab, OJK baru merumuskan aturan fintech khusus untuk P2P lending dan belum merambah ke sektor yang lain.

P2P lending merupakan metode peminjaman uang kepada individu atau bisnis di mana pemberi pinjaman dan peminjam dipertemukan secara daring atau melalui platform tertentu.

"Dari semua perusahaan yang ada, kalau masuk sebagai P2P lending, harus ikut aturan itu karena sudah ada. Tetapi, bagi perusahaan yang bergerak selain P2P lending, karena aturannya belum ada, kami belum bisa mewajibkan mereka untuk terdaftar," kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida saat ditemui di acara VIP Forum di Hotel JS Luwansa, Selasa (7/8/2018).

Aturan untuk P2P lending rencananya akan diluncurkan pada akhir Agustus 2018.

Menjelang peluncuran aturan P2P lending, OJK juga sedang menyusun aturan mengenai penawaran saham berbasis teknologi atau equity crowdfunding yang ditargetkan akan selesai bulan ini atau September 2018.

 

Nasib fintech selain p2p lending

Lantas, bagaimana dengan fintech yang sudah ada di Indonesia namun bergerak di luar sektor P2P lending?

Nurhaida mengungkapkan, pihaknya akan mendesain aturan besar sebagai payung hukum untuk Inovasi Keuangan Digital (IKD) yang di dalamnya akan menguji wujud layanan baru dari industri fintech.

"Kalau IKD mereka akan ada tahapnya sebelum terdaftar. Setelah jelas bentuk inovasinya dan jenis produknya baru, maka akan ikut peraturan yang baru," tutur Nurhaida.

Dengan begitu, Nurhaida memastikan OJK masih akan mengkaji berbagai bentuk fintech yang masih berkembang.

Dia juga tidak menutup kemungkinan untuk merumuskan aturan-aturan baru ke depannya.

"Tentu akan kami telaah apakah perlu ada peraturan baru. Kalau yang dikatakan ilegal mungkin karena sekarang belum diatur, itu harus dilihat. Utamanya supaya ini bisa berkembang dengan baik dan tidak menimbulkan masalah di masyarakat, perlindungan konsumen lebih penting," ujar Nurhaida.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com