Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah dari Pelosok Papua, Sulit Akses Air Bersih hingga Perekonomian yang Nyaris Mati

Kompas.com - 14/08/2018, 15:50 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

YAHUKIMO, KOMPAS.com - Distrik Puldama, Kabupaten Yahukimo, Papua adalah sebuah wilayah di tengah pegunungan yang sulit diakses. Satu-satunya cara untuk bisa menembus wilayah tersebut adalah melalui jalur udara dengan menggunakan pesawat perintis.

Sementara untuk jalur darat, siap-siap saja berjalan kaki sekitar 2 hari dari Kabupaten Yahukimo. 

Untuk melakukan perjalanan dengan kaki pun, medan yang harus ditempuh adalah jalanan beralaskan tanah dengan bebatuan yang licin.

Perjalanan melalui jalur udara juga tidak kalah menantangnya. Distrik Puldama yang dikelilingi pegunungan membuat pesawat tidak bisa terbang jika lewat dari pukul 14.00 WIT lantaran kabut sudah mulai turun di daerah tersebut. 

Selain itu, air strip atau landasan pesawat yang ada pun sangat sederhanya. Hanya berupa tanah lapang dengan panjang kira 600 meter beralaskan rumput dan bebatuan. Tak heran, tidak semua pilot bersedia terbang di kawasan ini.

Asal tahu saja, air strip ini dibangun secara swadaya oleh masyarakat Puldama selama 9 tahun.

Distrik Puldama sendiri terdiri atas 8 kampung yang tersebar mengelilingi air strip. Nama-nama kampung tersebut adalah Kampung Puldama, Kampung Kasen, Kampung Bakuo, dan Balumbok. Ada pula Kampung Memla, Kampung Manbola, serta Ilsok.

Karena itu tidak heran, meskipun berada pada satu distrik, untuk bisa menjangkau antara satu kampung dengan kampung lain harus melalui jalan-jalan setapak berbatu serta tebing. Bahkan, ada satu kampung yang berlokasi di balik gunung.

Petrus Simalya, pendeta yang melayani gereja di Distrik Puldama bercerita, dalam sebulan, belum tentu ada pesawat yang singgah di kawasan tersebut. Terang saja, setiap kali ada pesawat yang mendarat di air strip Puldama, masyarakat sekitar distrik, bahkan yang kampungnya berada di puncak pun, langsung berbondong-bondong menghampiri air strip yang juga sekaligus menjadi ruang sosial bagi warga distrik Puldama.

"Hanya pesawat jenis perintis seperti Kodiak atau Caravan saja yang bisa masuk. Isi 7 sapai 12 penumpang, itu juga tak setiap hari ada. Biasanya hanya ketika ada acara-acara besar gereja. Pilot pun tak banyak yang berani mendarat di sini," ujar dia kepada Kompas.com, Sabtu (11/8/2018).

Sulitnya Akses Air Bersih

Selain hampir tidak tersentuh listrik, akses masyarakat terhadap air bersih juga cukup sulit. Sumber air bersih yang cukup jauh, sekaligus medan yang sulit membuat banyak dari warga distrik Puldama yang menampung air hujan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Warga Puldama ketika akan mengolah hasil kebun mereka, Sabtu (11/8/2018).Kompas.com/Mutia Fauzia Warga Puldama ketika akan mengolah hasil kebun mereka, Sabtu (11/8/2018).

Sumber air yang berada sekitar 2 km di atas tebing pun tidak selalu mengalir lancar. Untuk bisa mengakses sumber air tersebut, masyarakat pun bahu-membahu menyambung selang.

Perkara mandi memang menjadi tak penting. Bukan hanya karena udara yang dingin, kebutuhan minum menjadi hal utama yang harus dipenuhi.

Rimba (19) salah satu warga di kampung aksen mengatakan, kebutuhan minum warga Puldama tak begitu banyak. Mereka umumnya hanya minum selepas makan di pagi, siang dan malam hari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com