Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Keuangan Turki Bukan Alasan BI Naikkan Suku Bunga

Kompas.com - 24/08/2018, 12:42 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

MANADO, KOMPAS.com - Pekan lalu, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,50 persen.

Kenaikan suku bunga acuan tersebut dilakukan bank sentral sehari setelah krisis keuangan yang terjadi di Turki dan menyebabkan mata uang lira anjlok. Ini menyebabkan mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah, ikut melemah.

Meski demikian, Bank Indonesia (BI) menyatakan, krisis keuangan di Turki bukan hal utama yang menjadi alasan bank sentral menaikkan suku bunga. Kepala Divisi Asesmen Makroekonomi BI Fadjar Majardi menjelaskan, salah satu alasan yang dimaksud adalah defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).

"BI menaikkan suku bunga salah satunya untuk mengendalikan current account deficit," kata Fadjar pada acara pelatihan wartawan ekonomi BI di Manado, Sulawesi Utara, Jumat (24/8/2018).

Bank sentral, imbuh Fadjar, tetap berupaya menjaga defisit transaksi berjalan berada pada batas aman, yakni 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Kenaikan suku bunga yang didasari pengendalian defisit transaksi berjalan pun dibarengi dengan kebijakan pemerintah.

Ia memberi contoh adalah kebijakan Kementerian ESDM untuk menaikkan lifting minyak dan menggenjot produksi batu bara. Selain itu, ada pula kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menyeleksi 500 barang impor.

Alasan lainnya adalah pengetatan likuiditas global yang membuat tekanan terhadap mata uang negara-negara berkembang meningkat. Hal ini ditambah pula dengan kondisi yang terjadi di Turki.

Kondisi ini tak hanya terjadi di Indonesia, namun juga sejumlah negara berkembang lainnya.

Berangkat dari kondisi ini, sebut Fadjar, bank sentral harus mempertahankan daya tarik domestik di mata investor. Di satu sisi, pengetatan likuiditas global membuat investor ingin membawa dananya ke AS, namun di sisi lain Indonesia masih menarik lantaran memberikan imbal hasil (yield) obligasi yang memikat.

"BI mempertahankan daya tarik dengan menaikkan suku bunga," ucap Fadjar.

 

 

 


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,27 Persen Sulit Terulang", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/24/121500426/pertumbuhan-ekonomi-indonesia-5-27-persen-sulit-terulang.

Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan

Kepala Divisi Asesmen Makroekonomi BI Fadjar Majardi

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,27 Persen Sulit Terulang", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/24/121500426/pertumbuhan-ekonomi-indonesia-5-27-persen-sulit-terulang.

Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com