Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS EKONOMI

Sistem Pengupahan Harus Mampu Dongkrak Kesejahteraan Pekerja

Kompas.com - 29/08/2018, 14:00 WIB
Kurniasih Budi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M. Hanif Dhakiri berharap sistem pengupahan yang diberikan kepada pekerja benar-benar adil.

Sistem pengupahan nasional yang berkeadilan diyakini bisa menunjang peningkatan kesejahteraan para pekerja.

“Saya berpesan kepada teman-teman di dewan pengupahan untuk membahas masalah pengupahan dari perspektif yang lebih komprehensif agar menghasilkan sistem pengupahan yang benar-benar adil. Jadi tidak melulu soal upah minimum,“ ujar Menaker Hanif Dhakiri saat membuka Konsolidasi Dewan Pengupahan Se-Indonesia Tahun 2018 bertema "Menuju Sistem Pengupahan di Era Ekonomi Digital dan Bonus Demografi yang Mendorong Pertumbuhan Ekonomi" di Jakarta, Selasa (28/8/2018).

Baca juga: Upah Buruh Naik Tapi Daya Beli Turun karena Inflasi

Konsolidasi Dewan Pengupahan dihadiri oleh mantan Menaker Bomer Pasaribu, Ketua Dewan Produktivitas Nasional Cosmas Batubara, Direktur Pengupahan Adriani Bangkona, Perwakilan Apindo, Konfederasi SPSI, dan 300 peserta konsolidasi.

Menaker Hanif menjelaskan, banyak faktor yang bisa mempengaruhi soal upah. Selama ini, wacana atau narasi pengupahan di Indonesia lebih banyak menghabiskan energi bicara upah mininum.

Padahal, upah itu bukan semata perkara upah tinggi atau rendah, melainkan juga terkait dengan daya beli masyarakat yang berkeadilan bisa diperoleh di semua daerah. Selain itu, penerapan sistem pengupahan juga perlu diperhatikan.

"Ini menjadi tantangan dewan pengupahan ke depan untuk memastikan agar ekosistem pengupahan ini benar-benar bisa baik. Soal upah tidak melulu nominal, apa yang diterima, tapi juga terkait dengan ekosistem secara keseluruhan,“ ujar Hanif.

Baca juga: Ombudsman: Gaji Pekerja Lokal Hanya Sepertiga Tenaga Kerja Asing

Ia menjelaskan, di Belanda, pekerja diupah senilai Rp 30 juta masih mengeluh karena daya beli di Belanda itu sama dengan daya beli masyarakat di Jakarta sebesar Rp 3 juta.

“Nominalnya saja yang besar tapi daya belinya sama. Artinya ada banyak faktor termasuk terkait makro ekonomi dianggap mempengaruhi masalah upah. Belum lagi dikaitkan isu produktivitas, belum lagi nanti tantangan baru proses bisnis dunia yang kini berbasis digital," katanya.

Dengan adanya Konsolidasi Dewan Pengupahan ini, Menaker optimistis akan mampu merumuskan konsep sistem pengupahan ideal (berkeadilan dan berdaya saing) dan tercipta persepsi sama tentang sistem pengupahan yang ada sekarang dan arah pengembangannya ke depan.

“Selamat bertukar pikiran. Jangan lelah mencari jalan keluar terobosan untuk memastikan agar iklim ketenagakerjaan kita menjadi lebih baik dan pada akhirnya kesejahteraan pekerja menjadi lebih baik,“ kata dia.

Menaker Hanif Dhakiri saat membuka Konsolidasi Dewan Pengupahan Se-Indonesia Tahun 2018 bertema Menuju Sistem Pengupahan di Era Ekonomi Digital dan Bonus Demografi yang Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di Jakarta, Selasa (28/8/2018)Dok. Humas Kemenaker Menaker Hanif Dhakiri saat membuka Konsolidasi Dewan Pengupahan Se-Indonesia Tahun 2018 bertema Menuju Sistem Pengupahan di Era Ekonomi Digital dan Bonus Demografi yang Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di Jakarta, Selasa (28/8/2018)

Sementara itu, Direktur Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan Adriani menambahkan, kegiatan konsolidasi Dewan Pengupahan se-Indonesia digelar 28-31 Agustus 2018.

Kondolidasi diikuti oleh 300 orang peserta yang berasal dari anggota Dewan Pengupahan Nasional, anggota Dewan Pengupahan Provinsi, dan anggota Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota terpilih.

Konsolidasi Dewan Pengupahan digelar untuk menyamakan persepsi dan interpretasi seluruh anggota Dewan Pengupahan di Indonesia dalam menyikapi dan mengkritisi berbagai permasalahan pengupahan.

“Selanjutnya hasil dari konsolidasi ini akan direkomendasikan kepada Menteri Ketenagakerjaan sebagai bahan perumusan kebijakan di bidang pengupahan,“ kata Adriani.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com