Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mata Uang Argentina Anjlok 45 Persen

Kompas.com - 31/08/2018, 12:06 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber CNBC

BUENOS AIRES, KOMPAS.com - Investor semakin mengkhawatirkan kondisi Argentina yang memiliki kemungkinan gagal atas utang pemerintah dalam jumlah besar.

Negara dengan perekonomian terbesar ketiga di Amerika Latin tersebut berada di ambang krisis ekonomi. Hal tersebut terjadi setelah pemerintah Argentina secara tak terduga mendesak pinjaman 50 miliar dollar As dari Dana Moenter Internasional (IMF) untuk dicairkan lebih cepat pada Rabu (29/8/2018) waktu setempat.

Mata uang mereka, peso mencentak rekor terendahnya dengan kembali anjlok 15 persen dari sesi perdagangan sebelumnya menjadi 39 peso per dollar AS pada Kamis (30/8/2018) pagi waktu Argentina.

Secara tahunan, nilai mata uang peso telah anjlok lebih dari 45 persen terhadap dollar AS, meperburuk kekhawatiran yang sudah ada sebelumnya akibat ekonomi negara yang melemah sementara inflasi berjalan pda 25,4 persen tahun ini.

Hingga pada hari Kamis, bank sentral setempat mengatakan akan meningkatkan jumlah cadangan mereka dalam upaya untuk memperketat kebijakan fiskal dan menopang mata uang mereka.

Mereka pun meningkatkan suku bunga sebesar 15 persen menjadi 60 persen dari sebelumnya 45 persen dan berjanji tidak akan menurunkan angka tersebut setidaknya hingga Desember.

IMF pun mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya akan melihat kemungkinan untuk merevisi rencana ekonom pemerintah dengan membuat kemungkinan mengisolasi Argentina dari pergeseran yang terjadi pada pasar keuangan global.

Namun beberapa analis meragukan, upaya bank sentral Argentina untuk menstabilkan keuangan pemerntah di tengah cadangan devisa yang tergerus terus menerus.

Selain dipicu oleh IMF, keputusan bank sentral Argentina untuk meningkatkan suku bunga juga merupakan upaya untuk mengendalikan inflasi dan memperlambat gejolak peso yang dramatis.

Namun sayangnya dengan suku bunga yang bisa dikatakan tertinggi di seluruh dunia, sekaligus sokongan dari IMF tersebut masih gagal untuk bisa meningkatkan sentimen pasar.

"Suku bunga riil tidak cukup ketat untuk mendorong arus modal masuk, jadi ekonomi kemungkinan akan berkontraksi tahun ini," ujar Analis dari Deutsche Bannk Jim Reid.

Sebagai inforasi, beberapa negara dengan pasar berkembang, termasuk Argentina, Turki, dan Brazil merasakan dampkan dari pengetatan kebijakan bank sentral Amerika Federal Reserve yang semakin memperkuat dollar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Whats New
Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Whats New
Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

Whats New
Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Whats New
Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Earn Smart
Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com