JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Geologi, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM), merekomendasikan wilayah yang terdampak bencana likuefaksi tidak lagi dijadikan sebagai lokasi hunian.
Hal tersebut dilakukan agar tidak terulang hal yang sama seperti yang saat ini terjadi. Langkah ini merupakan bagian dari mitigasi bencana geologi.
"Menurut laporan yang saya terima dari Badan Geologi, daerah ini dahulunya adalah swamp (rawa-rawa) sehingga memungkinkan atau rawan terhadap terjadinya likuefaksi. Untuk menghindari agar tidak terjadi hal sama, Badan Geologi akan memetakan wilayah-wilayah yang rawan terjadinya likuefaksi," ujar Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/10/2018).
Atas rekomendasi tersebut, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah berencana akan membangun Monumen Bencana Likuefaksi di Wilayah Kelurahan Petobo dan Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah.
Baca juga: Likuefaksi atau Likuifaksi? Gempa dan Perdebatan Bahasa di Era SEO
Hal ini sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan Badan Geologi bahwa rekonstruksi dan rehabilitasi pascagempa di Sulawesi Tengah hendaknya mengacu pada Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gempa Bumi, Peta KRB Tsunami dan Peta Potensi Likuefaksi yang diterbitkan oleh Badan Geologi.
Kepala Badan Geologi, Rudy Suhendar menambahkan, wilayah Palu dan sekitarnya memiliki potensi tinggi untuk terjadinya likuefaksi. Tiga wilayah yang mengalami kejadian bencana likuefaksi, yakni Petobo, Balaroa dan Kelurahan Jono Oge di Kabupaten Sigi.
Dari ketiga wilayah itu, dua lokasi direkomendasikan untuk tidak didiami yakni Kelurahan Petobo dan Balaroa, karena kedua lokasi ini mengalami bencana likuifaksi yang masif sedangkan Jono Oge tidak.
"Informasi dari Pemerintah Daerah, bahwa wilayah yang terkena bencana likuifaksi tidak akan dihuni dan akan dijadikan semacam memorial park, karena dua wilayah ini sudah tidak stabil lagi untuk didirikan bangunan dan dua wilayah ini berdasarkan Peta likuefaksi tahun 2012 merupakan wilayah dengan potensi terjadinya likuefaksi tertinggi," ujar Rudy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.