Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potensi Terjadinya Tsunami dari Gunung Anak Krakatau Relatif Kecil

Kompas.com - 29/12/2018, 12:16 WIB
Mutia Fauzia,
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) menyatakan, meskipun masih terdapat potensi bahaya aktivitas Gunung Anak Krakatau dari letusan-letusan surtseyan, namun potensi terjadinya tsunami sangat kecil.

Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Antonius Ratdomopurbo menjelaskan, letusan surtseyan merupakan tipe letusan yang terjadi di atas permukaan air laut, lantaran longsoran magma yang menyentuh air laut.

Magma inilah yang kemudian menghasilkan abu.

Baca juga: Antisipasi Gunung Anak Krakatau, Penduduk Pulau Sebesi Dievakuasi Bertahap

"Letusan surtseyan ini sangat kecil memicu tsunami," jelas pria yang akrab disapa Purbo ini kepada awak media di kantornya, Sabtu (29/12/2018).

Walaupun demikian, potensi bahaya dari lontaran material lava pijar masih ada.

Selain itu, Purbo juga menjelaskan, dengan volume gunung yang tinggal 40 hingga 70 meter kubik, tsunami tidak akan terjadi kecuali ada reaktivasi struktur patahan atau sesar yang ada di Selat Sunda.

Pola letusan Gunung Anak Krakatau, jelas Purbo, saat ini telah berubah dari strombolian, yaitu letusan yang disertai dengan lava pijar menjadi letusan surtseyan yang terjadi di permukaan laut.

Perubahan yang paling mencolok dari aktivitas Anak Krakatau saat ini adalah jumlah dentuman yang tadinya berjumlah 14 kali per menit saat ini terhitung hanya satu hingga dua kali per menit.

"Rekaman seismograf (saat Anak Krakatau dalam puncak aktivitasnya pada 24 hingga 27 Desember 2018) per menit bisa lebih dari 10 kali (guncangan gempa) sehingga seismograf enggak cukup (mencatatkan jumlah guncangan gempa). Sekarang kecil-kecil isinya hanya rekaman hembusan," jelas Purbo.

Tingginya aktivitas Gunung Anak Krakatau pada medio 24 hingga 27 Desember 2018 tersebutlah yang kemudian membuat status aktivitas ditingkatkan dari waspada menjadi siaga.

Purbo menjelaskan, peningkatan status tersebut dilakukan karena tingginya laju erupsi bisa lebih meningkat lagi.

Baca juga: Pantau Anak Gunung Krakatau, ESDM akan Pasang 2 Seismograf

Meskipun saat ini fase aktivitas Anak Krakatau cenderung menurun, namun pengawasan akan tetap dilakukan. Sebab, ujar Purbo, aktivitas gunung api tidak pernah bisa diprediksi.

"Kami tetap melakukan pemantauan gunung api, nampaknya penurunan, tapi kan namanya gunung kami perlu melakukan analisis sejauh yang kami bisa," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com