Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS EKONOMI

Begini Upaya Kementan Jaga Stabilitas Harga Jagung

Kompas.com - 28/02/2019, 10:20 WIB
Anissa DW,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya menjaga stabilitas harga jagung di tengah panen raya, yang membuat harga jagung meluncur turun.

Contohnya, sudah satu minggu harga jagung di Banyuwangi anjlok di kisaran Rp 3.200 - Rp 3.300 per kilogramnya. Ini membuat petani sulit mendapat untung karena biaya operasional semakin tinggi.

Direktur Irigasi Pertanian, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Rahmanto menjelaskan, harga jagung turun karena produksi banyak dan petani tidak bisa menyimpan lama.

Dari sisi pedagang juga memiliki keterbatasan dalam penyimpanan, sehingga daya belinya terbatas. Bahkan tak jarang harus menyewa gudang yang akan menambah biaya produksi.

Untuk mengatasi permasalahan itu, pemerintah pun terus mengupayakan berbagai jalan keluar. Salah satunya dengan melakukan tunda jual, yaitu produksi jagung tidak langsung dijual, tapi disimpan terlebih dulu untuk mejaga produksi dan stabilitas harga.

Baca jugaMentan Optimis Kalimantan Jadi Penyuplai Jagung Nasional

"Bisa kami buatkan gudang gudang penyimpanan dan pengolahan kami bantu mesin pengering dan mesin pemipil," terang Rahmanto, di Jakarta, Rabu (27/02/2019).

Cara tersebut melatih petani untuk mengolah produksi, menyimpan, dan menjualnya secara bertahap.

Sementara itu, untuk upaya jangka pendek, pemerintah telah melibatkan Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam penyerapan jagung.

Namun, langkah itu belum bisa dilakukan secara maksimal karena gudang Bulog sudah penuh dengan penyerapan padi dari petani.

"Masih diproses untuk aksi cepat tanggap mengatasi masalah tersebut," tutur Rahmanto, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (28/02/2019).

Korporasi petani

Tak hanya itu, Rahmanto mengatakan, upaya lanjutan mengatasi melorotnya harga jagung adalah  membentuk korporasi petani untuk lahan pertanian yang sudah mencapai skala ekonomi.

Contohnya seperti lahan di Desa Barurejo, Kecamatan Siliragung, Kabupaten Banyuwangi yang luasan hamparannya mencapai 2.000 hektar (ha).

Sistem korporasi ini diupayakan agar masyarakat punya kekuatan tawar yang baik, termasuk harga bisa ditentukan sendiri oleh petani.

"Kalau harga tidak cocok ya kami punya gudang dan sarana pengolahan hasil. Kami simpan," tuturnya.

Baca jugaPasokan Irigasi Lancar, Panen Jagung di Lampung Selatan Meningkat

Salah satu percontohan korporasi petani adalah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Lebak, Banten. Di sana produktivitas jagung meningkat menjadi 8 ton per ha dan sistem usaha tani teratur secara utuh dalam satu manajemen kawasan.

Keuntungannya, korporasi petani bisa memperkuat kelembagaan petani dalam mengakses informasi, teknologi, prasarana dan sarana publik, permodalan serta pengolahan dan pemasaran.

Kerja sama dengan Bulog dan industri pakan pun dilakukan untuk menjaga stabilitas harga jagung. Tujuannya, agar minat petani berbudidaya jagung terus terpelihara dalam rangka mendukung ketahanan pangan Indonesia.

“Bantuan untuk korporasi petani ada pula berupa alsintan sehingga pertanaman jagung nantinya tidak hanya saat musim hujan saja. Mungkin bisa nanti dibuat embung atau air permukaan sehingga bisa mengubah waktu pertanaman (off season),” pungkas Rahmanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com