Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mafia dan Kartel Pangan Ancam Stabilitas Harga


KOMPAS.com - Anggota Komisi Pertanian, Firman Soebagyo, meminta mafia dan kartel pangan mesti ditindak tegas. Jika aksi para mafia dan kartel pangan dibiarkan, stabilitas harga dan stok pangan bakal riskan.

Mafia dan kartel pangan memborong semua hasil panen petani untuk meraup untung. Hasil panen itu disimpan untuk waktu tertentu hingga stok barang di pasar menipis.

"Ketika situasi telah terjadi demikian, mereka lalu menjualnya dengan harga tinggi," katanya sebagaimana rilis yang diterima Kompas.com pada Kamis (27/7/2017).

Sayangnya, dia melanjutkan, Badan Urusan Logistik (Bulog) tidak bisa mengatasi persoalan ini.

Seperti diberitakan Kompas.com pada Selasa (25/7/2017), gudang beras milik PT Indo Beras Unggul (IBU) anak usaha PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk di Jalan Rengas kilometer 60 Karangsambung, Kedungwaringan, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (20/7/2017), digerebek polisi.

Penggerebekan dilakukan terkait dugaan manipulasi kandungan beras dan juga pemalsuan beras medium menjadi beras premium. PT Tiga Pilar Sejahtera, induk PT IBU membantah telah melakukan manipulasi dan pemalsuan jenis beras.

Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar itu meminta penggerebekan gudang beras milik PT Indo Beras Unggul (IBU) di Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, pada Jumat (21/7/2017) tidak dilihat secara parsial. Menurut dia, para stakeholders mesti mencermati dugaan adanya pelanggaran undang-undang pangan dan keberadaan para pemain bisnis beras.

Kementerian Pertanian menyerahkan dugaan pemalsuan beras itu pada aparatur hukum. Selain itu, persoalan disparitas harga beras ditangani bersama oleh Satuan Tugas (Satgas) Pangan termasuk Kepolisian Republik Indonesia, Kementerian Perdagangan, Kementan, Badan Urusan Logistik (Bulog), dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Firman menilai positif kerja satuan tugas (satgas) pangan bekerja efektif. Buktinya, saat Ramadan dan Lebaran tahun ini, harga sangat stabil. "Padahal sebelumnya, harga selalu bergejolak," katanya.

Bulog tak mampu menyaingi swasta

Bulog yang merupakan instrumen negara pengendali harga pangan acap terhambat dan sulit berkompetisi dengan perusahaan atau korporasi swasta. Menurut Firman, ada peraturan perundangan-undangan yang membatasi kebijakan Bulog. "Jika Bulog melanggar, dia kena semprit aparat hukum," tuturnya.

Sedangkan, korporasi lebih fleksibel bergerak karena berkuasa penuh atas sumber daya yang dimilikinya. Perusahaan pun bebas membeli atau menjual barang dengan harga murah maupun mahal.

Dia berpendapat, sektor pangan memang sangat menggiurkan. Sebab, pelaku usaha bisa meraup untung besar tanpa perlu kerja keras.

Ia memberi contoh, ada perusahaan yang membeli gabah kering seharga Rp 4.900 per kilogram. Lalu, perusahaan menjual beras dari gabah tersebut sampai Rp 13.000 atau bahkan Rp 20.000 per kilogram. "Yang diuntungkan siapa?" tanyanya.

https://ekonomi.kompas.com/read/2017/07/27/202051926/mafia-dan-kartel-pangan-ancam-stabilitas-harga-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke