Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Salin Artikel

Kegetiran Petani Garam, Cerita Usang tak Berujung...

Dua petani garam desa itu sibuk membungkus garam yang sudah jadi ke dalam plastik. Bungkusan itu seberat satu kilogram dipatok dengan harga Rp 7.000. Harga itu terbilang baik, dibanding sebelumnya hanya Rp 3.000.

Namun, ketersediaan simpanan air garam yang dimiliki mulai menipis. Muhammad, seorang petani garam menyebutkan kendala mereka adalah ketersediaan air laut.

Jika hujan, maka proses pengerjaan air garam ke tempat penampungan hingga mengeras menjadi garam tak bisa dilakukan dalam hitungan hari.

“Kalau hujan terus susah. Ini kan repot sekali membuat garam ini. Perlu cuaca yang bagus. Setelah direndam, lalu dimasak. Itu semua tidak bisa kita lakukan kalau hujan,” kata Muhammad.

Ketika harga membaik, malah mereka tak memiliki stok yang cukup. Garam asal kabupaten itu dikirim ke seluruh kabupaten atau kota di Aceh. Umumnya belum memiliki merk dagang.

“Kami bungkus per kertas plastik gini saja untuk jual eceran. Kalau jual lainnya ada yang per kilo, ada yang per kaleng,” katanya.

Keluhan yang sama juga dialami petani garam di Kecamatan Lapang, Aceh Utara, Jauhari. Dia menyebutkan sudah setahun terakhir tidak memproduksi garam.

Kendala cuaca, bahan baku hingga bibit kerap dialami. Belum lagi kendala kayu untuk dapur memasak garam yang telah diendapkan.

“Masalahnya banyak. Belum lagi kalau hujan deras, angin kencang, pondok-pondok saya beterbangan,” katanya.

Petani lainnya, Hamdani AW, menyebutkan hal yang sama. Dia menyebut, berharap dari bibit garam dari India tentu bukan pilihan tepat untuk memproduksi garam saat ini.

“Harga bibit untuk diekstrak menjadi garam itu terlalu mahal yaitu 300.000 rupiah per 50 kilogram. Dulunya hanya 100.000 rupiah,” katanya.

Dia juga meminta Pemerintah Kabupaten Aceh Utara fokus untuk pengembangan garam tradisional. Misalnya, membuat pondok yang kokoh untuk petani garam. Peralatan yang canggih dan seterusnya.

“Ini tidak, diberi memang bantuan, misalnya direhab tetap dengan pondok kayu plus atap rumbia. Itu pun atap rumbianya tipis. Jadi tetap tak tahan lama. Begitu angin kencang, roboh lagi,” ungkap Hamdani.

Dia menyebutkan cerita keringat petani garam tak asin lagi itu sudah menahun diceritakan dari waktu ke waktu di berbagai daerah tanah air.

Sayangnya, belum ada upaya serius untuk menjadikan garam lokal memenuhi distribusi nasional.

“Impor itu bukan solusi. Impor itu hanya menguntungkan pedagang besar saja,” sebutnya.

Dia berharap Presiden Joko Widodo fokus pada peningkatan produksi garam nasional. Aceh bisa dijadikan salah satu lumbung garam.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Utara, M Jafar menyebutkan dirinya baru enam bulan memimpin dinas itu. Sebelumnya, Jafar memimpin Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Aceh Utara.

“Tahun ini kita buat lokasi pengeringan garam di Bluka Teubai, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara. Luasnya 1.000 meter. Ini salah satu fokus kita tahun ini,” katanya.

Dia menambahkan, untuk bantuan petani garam telah diberikan pada sejumlah kelompok tani garam. Namun, dia tidak ingat jumlah detail kelompok petani garam itu.

“Saya pikir belasan kelompok sudah dibantu. Dari peralatannya hingga gubuk pembuatannya,” terangnya.

Untuk luas area, sambung Jafar, Aceh Utara bisa dijadikan salah satu pengembangan industri garam nasional. Setidaknya, delapan kecamatan dalam kabupaten itu memproduksi garam.

“Terbesar itu ada di Kecamatan Syamtalira Bayu, Kecamatan Dewantara, dan Kecamatan Seunuddon. Yang lainnya relatif kecil. Ini bisa dikembangkan lahannya,” ungkapnya.

Untuk bibit garam, sambung Jafar, sejumlah kelompok telah menggunakan bibit garam dari Madura, Jawa Timur. “Rendemannya lebih tinggi dan kualitasnya bagus,” terangnya.

Masalah lainnya, kata Jafar, yaitu pembuatan merk dagang, distribusi hingga meningkatkannya menjadi garam beryodium.

“Nah, kalau itu bukan di dinas saya. Tapi di dinas perindustrian. Dua dinas ini yang mengembangkan garam rakyat,” pungkasnya.

https://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/03/060548226/kegetiran-petani-garam-cerita-usang-tak-berujung-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Antisipasi Barang Ilegal, Menkop UKM Usul Ada Pelabuhan Khusus Pakaian Impor

Antisipasi Barang Ilegal, Menkop UKM Usul Ada Pelabuhan Khusus Pakaian Impor

Whats New
Dongkrak Kinerja Industri Tekstil, Kemenperin Beri Restrukturisasi Mesin

Dongkrak Kinerja Industri Tekstil, Kemenperin Beri Restrukturisasi Mesin

Rilis
Konsumsi Kuartal II-2023 Diperkirakan Bisa Tumbuh 5 Persen, Apa Sebabnya?

Konsumsi Kuartal II-2023 Diperkirakan Bisa Tumbuh 5 Persen, Apa Sebabnya?

Whats New
Kepala Bappenas: Sudah 30 Tahun Indonesia Masih Terjebak jadi Negara Berpenghasilan Menengah

Kepala Bappenas: Sudah 30 Tahun Indonesia Masih Terjebak jadi Negara Berpenghasilan Menengah

Rilis
Mobile Banking Neo Commerce Tambah Fitur Remitansi

Mobile Banking Neo Commerce Tambah Fitur Remitansi

Spend Smart
Menkop UKM: Pakaian Impor dan Bekas Ilegal Kuasai 31 Persen Pangsa Pasar Pakaian

Menkop UKM: Pakaian Impor dan Bekas Ilegal Kuasai 31 Persen Pangsa Pasar Pakaian

Whats New
BI: Mata Uang Digital Bank Sentral Perlu Dipromosikan di Kawasan ASEAN

BI: Mata Uang Digital Bank Sentral Perlu Dipromosikan di Kawasan ASEAN

Whats New
BI Siapkan Rp 1,9 Triliun Uang Baru Jelang Lebaran di Kepri

BI Siapkan Rp 1,9 Triliun Uang Baru Jelang Lebaran di Kepri

Whats New
Beban BPJS Kesehatan untuk Penyakit akibat Polusi Udara Terus Meningkat

Beban BPJS Kesehatan untuk Penyakit akibat Polusi Udara Terus Meningkat

Whats New
Cara Bayar Tagihan Listrik via Shopee, Tokopedia, dan PLN Mobile

Cara Bayar Tagihan Listrik via Shopee, Tokopedia, dan PLN Mobile

Spend Smart
Proyek MRT, Terowongan Stasiun Bundaran HI-Thamrin-Monas Sudah Terhubung

Proyek MRT, Terowongan Stasiun Bundaran HI-Thamrin-Monas Sudah Terhubung

Whats New
4 Bank Gabung Layanan BI-FAST lewat Multi-Tenancy Infrastruktur Sharing

4 Bank Gabung Layanan BI-FAST lewat Multi-Tenancy Infrastruktur Sharing

Whats New
Koper Alissa Wahid Diacak-acak Petugas, Dirjen Bea Cukai: Jadi Bahan Masukan untuk Perbaikan

Koper Alissa Wahid Diacak-acak Petugas, Dirjen Bea Cukai: Jadi Bahan Masukan untuk Perbaikan

Whats New
Grup Modalku Dorong Bisnis UMKM dengan Penerapan ESG

Grup Modalku Dorong Bisnis UMKM dengan Penerapan ESG

Whats New
Stasiun MRT Bundaran HI Kini Telah Tembus ke Stasiun Monas

Stasiun MRT Bundaran HI Kini Telah Tembus ke Stasiun Monas

Rilis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+