Namun pemerintah menyatakan bahwa besaran utang yang mencapai 28 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) itu masih aman sebab rasionya belum melewati batas yang ditentukan undang-undang yaitu 60 persen.
"Persoalan utama utang bukan persoalan rasionya aman atau tidak. Tapi sejauh mana, utang itu bisa menjadi stimulus kepada perekonomian," ujar Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, Jakarta, Jumat (18/8/2017).
Selama ini tutur Enny, utang memang digunakan pemerintah untuk membangun infrastuktur melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Namun, Indef mengkritik alokasi anggaran dari utang untuk pembangunan infrastruktur di Jawa. Seharusnya anggaran itu lebih diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur di luar Jawa.
Pemerintah tutur Enny harusnya memberikan peluang kepada swasta untuk pembangunan infrastruktur di Jawa. Dengan begitu, maka anggaran APBN bisa dioptimalkan untuk membangun infrastuktur di luar Jawa.
Selain itu, Indef juga melihat utang digunakan pemerintah untuk menyuntik BUMN yang membutuhkan dana tambahan. Sementara itu penyerapan dana itu dinilai masih rendah sehingga tidak efektif mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurut Enny, tak seharusnya BUMN disuapi terus oleh pemerintah. Sebab BUMN merupakan entitas bisnis yang harusnya kreatif dan inovatif dalam mencari permodalan yang berasal bukan dari APBN.
"Ini yang menjadikan penyebab mengapa percepatan proyek infrastruktur yang dibiayai dengan utang tetapi dampak jangka pendek sangat minimal dan tidak membuat confident bagi dunia usaha," kata Enny
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/18/231611426/indef-nilai-penggunaan-utang-kurang-efektif