Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bank Dunia: Asia Tenggara Hadapi Risiko Mata Uang yang Lebih Besar

Menurut Bank Dunia dalam laporannya, Rabu, hal ini disebabkan oleh semakin ketatnya kondisi keuangan global. 

Dilansir dari Bloomberg, perusahaan dan bank di negara tersebut memiliki utang luar negeri yang cukup besar, walaupun cadangan devisa yang saat ini dinilai cukup memadai. 

Berdasarkan laporan tersebut, Bank Dunia menilai bahwa otoritas moneter perlu mengambil sikap dengan memperketat kebijakan bila arus keluar modal mempercepat pelemahan mata uang.

(Baca: Rupiah Diprediksi Masih Tertekan)

Kemudian, jika depresiasi menekan China, pihak berwenang harus mengantisipasinya dengan intervensi pasar, sebab ke depan kebijakan keuangan akan semakin ketat.

China, Malaysia, Thailand

Bank Dunia dalam paparanya tersebut juga memberikan kredit khusus kepada China, Malaysia dan Thailand pada 2017 dan 2018.

Bank Dunia menyebutkan bahwa estimasi pertumbuhan ekonomi di tiga negara tersebut naik, dibanding estimasi semula di April.

Bloomberg memprediksi pertumbuhan ekonomi China akan naik 6,7 persen tahun ini dan 6,4 persen tahun depan.

Dari data yang dikeluarkan Bloomberg hingga 3 Oktober 2017, secara keseluruhan pertumbuhan mata uang di Asia masih tergolong baik.

Beberapa mata uang di Asia pun melonjak terhadap dollar AS pada tahun ini, seiring menguatnya prospek pertumbuhan.

Misalnya mata uang Thailand yang naik sebesar 6,94 persen, mata uang Taiwan naik 5,87 persen, mata uang Malaysia naik 5,79 persen, mata uang Korea Selatan naik 5,45 persen, mata uang China naik 4,39 persen, dan mata uang India naik sebesar 3,62 persen.

Namun mata uang Indonesia dan Filipina sama-sama turun terhadap dollar AS, yakni turun masing-masing 0,75 persen dan 2,86 persen.

Menurut Bank Dunia, pertumbuhan mata uang di Asia Tenggara, Asia Timur dan Asia Pasifik tersebut akan terus mendapat keuntungan dari membaiknya lingkungan global dan permintaan domestik yang kuat.

Meski begitu, Bank Dunia masih tetap menyorot risiko pertumbuhan yang mencakup defisit anggaran yang diperkirakan tetap tinggi atau akan meningkat di sebagian besar negara. 

Risiko lain yang patut diperhatikan hingga 2019, yakni ketidakpastian kebijakan ekonomi di beberapa negara maju, dan meningkatnya jumlah konflik geopolitik. 

https://ekonomi.kompas.com/read/2017/10/04/151326826/bank-dunia-asia-tenggara-hadapi-risiko-mata-uang-yang-lebih-besar

Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke