Wakil Direktur Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, dengan defisitnya anggaran BPJS Kesehatan saat ini, maka masyarakat perlu melakukan swamedikasi atau pengobatan sendiri untuk mengatasi sakit ringan sebelum mencari pengobatan.
"Masyarakat belum diedukasi bahwa kalau hanya sakit kecil, sedikit tidak perlu ke rumah sakit, tapi karena mereka merasa membayar (iuran), kadang pusing sedikit langsung ke Puskesmas padahal mungkin beli obat di warung sebelah bisa," ujar Eko Listiyanto kepada Kompas.com, Kamis (30/11/2017).
Menurutnya, pemerintah harus mendorong masyarakat agar mulai membiasakan diri dengan swamedikasi, sebelum berwacana menerapkan skema cost sharing guna menambal defisit BPJS Kesehatan.
Cost Sharing
Eko mengatakan, skema cost sharing berpotensi akan memberatkan masyarakat kecil saat sedang sakit.
"Sekarang kan masyarakat sangat tertolong sekali seperti ada yang cuci darah dan sebagainya dan kemudian itu menjadi viral, kemudian menjadi awareness bagi yang lain dan membuahkan kesadaran untuk mengikuti BPJS Kesehatan," jelas Eko.
Wacana cost sharing sendiri mencuat sebagai salah satu skema untuk menanggulangi defisit anggaran BPJS Kesehatan yang saat ini mencapai Rp 9 triliun.
Skema tersebut dibahas pada sebuah diskusi yang digelar pada Kamis lalu (23/11/2017).
Namun kemudian, wacana tersebut berkembang menjadi isu bahwa BPJS Kesehatan tidak akan menanggung delapan penyakit katastropik seperti jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, talasemia, leukimia, dan hemofilia.
Dalam paparan diskusi tersebut ditampilkan sebagai gambaran di Jepang, Korea, Jerman, dan negara-negara lainnya yang menerapkan cost sharing.
Sin Tax
Defisit anggaran BPJS Kesehatan muncul akibat belum adanya regulasi tentang subsidi pemerintah untuk penyakit katastropik hingga saat ini.
Selain itu, pada prakteknya, iuran yang diambil tidak sesuai dengan hitungan aktuaria. Misalnya pengeluaran Rp 23.000 dan iuran peserta Rp 20.000, ini ada gap Rp 3.000. Lalu untuk kelas 3, pengeluaran iuran Rp 53.000 tapi iuran Rp 45.500, ada gap Rp 7.500.
Selain wacana cost sharing untuk menangani defisit, BPJS Kesehatan juga mengkaji penggunaan sin tax atau pajak dosa.
Wacana yang sedang dibahas adalah mengambil pajak dosa dari cukai rokok. Besarannya sekitar 75 persen dari porsi pajak cukai rokok yang dialokasikan ke sektor kesehatan.
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/11/30/073240626/bpjs-kesehatan-defisit-rp-9-triliun-perlu-edukasi-swamedikasi