Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ombudsman Kritik Tarik Ulur Tarif Interkoneksi

Industri telekomunikasi memang sangat menanti aturan tarif interkoneksi ini, sebab yang lama kurang mencerminkan kondisi industri telekomunikasi saat ini.

Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Alamsyah Saragih mengatakan bahwa tiga tahun terakhir, industri telekomunikasi Indonesia lebih disibukkan dengan hal-hal yang bersifat artifisial.

"Tiga tahun ini bisnis telekomunikasi telah berubah menjadi bisnis regulasi," ujar Alamsyah kepada KONTAN, Senin (26/2/2018).

Aturan penetapan biaya interkoneksi terakhir dikeluarkan tahun 2006 melalui Peraturan Menteri Kominfo No. 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi.

Perlu diketahui, tarif interkoneksi adalah komponen yang harus dibayarkan oleh operator A kepada operator B yang menjadi tujuan panggilan penggunanya.

Selama ini, biaya tersebut disepakati Rp 250 per menit. Umumnya, tarif tersebut dikaji kembali tiap tiga tahun.

Sebelumnya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku verifikator independen yang ditunjuk Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sudah menyelesaikan hasil verifikasinya pada 22 Desember 2017 dengan rekomendasi tarif interkoneksi asimetris.

Rekomendasi tersebut juga sudah diserahkan ke Kemenkominfo di akhir tahun 2017.
Kemenkominfo kemudian menyerahkan hasil verifikasi ke BRTI untuk dievaluasi.

Berdasarkan pemberitaan KONTAN pada 6 Februari BRTI menyatakan, masih membicarakan hasil verifikasi dengan operator, sebelum diserahkan ke Kemenkominfo kembali untuk diketok palu.

Namun kini, Kemenkominfo kembali mengajak operator membicarakan hasil verifikasi tersebut. Dengan demikian, proses penetapan tarif interkoneksi untuk operator dipastikan akan kembali molor.

Alamsyah mengatakan, rekomendasi BPKP wajib diperhatikan untuk mencegah kemungkinan kerugian penerimaan negara.

"Akan menjadi masalah jika di kemudian hari ada kerugian penerimaan negara akibat rekomendasi tak dijalankan atau tak dijadikan pertimbangan," kata dia.

Sementara itu, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Agung Harsoyo mengatakan masih ada keberatan dari pihak operator atas rekomendasi BPKP.

Menurut Agung, sebenarnya pembahasan mengenai penetapan biaya interkoneksi tak perlu dilakukan berlarut-larut ketika semua operator telekomunikasi memahami dan tidak menganggap interkoneksi sebagai pendapatan.

"Seharusnya biaya Interkoneksi itu harus dikembalikan kepada filosofi awalnya yaitu sebagai cost recovery atau pengembalian biaya operasi dalam bisnis telekomunikasi akibat penggunaan jaringan operator lain. Sehingga tidak boleh ada operator yang diuntungkan atau dirugikan," terang Agung.

Agung menjelaskan sebelum BPKP melaksanakan tugas verifikasi, antara operator dan BRTI sudah memiliki nota kesepahaman. Salah satu yang tertuang dalam nota kesepahaman tersebut adalah mengenai angka hasil verifikasi BPKP.

Dalam nota kesepahaman tersebut dijelaskan bahwa semua operator sepakat jika angka yang nantinya keluar dari verifikasi BPKP tersebut akan mengikat kepada seluruh operator.

“Implementasinya tidak mengikat karena hasil BPKP itu hanya dijadikan rekomendasi saja. Seperti dalam menjalankan asimetris atau simetris. Dalam menetapkan biaya interkoneksi regulator akan menerapkan prinsip-prinsip good governance dan mekanisme yang transparan,” ujar Agung. (Ahmad Febrian)

Berita ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Cegah kerugian negara, menteri harus perhatikan rekomendasi BPKP" pada Selasa (27/12/2018)


https://ekonomi.kompas.com/read/2018/02/27/160000426/ombudsman-kritik-tarik-ulur-tarif-interkoneksi

Terkini Lainnya

Bank Danamon Cetak Laba Bersih Rp 831 Miliar pada Kuartal I-2024

Bank Danamon Cetak Laba Bersih Rp 831 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Kasus Sepatu Impor Bayar Rp 31 Juta, Bos Bea Cukai: Sudah Selesai, Kita Transparan dan Akuntabel

Kasus Sepatu Impor Bayar Rp 31 Juta, Bos Bea Cukai: Sudah Selesai, Kita Transparan dan Akuntabel

Whats New
Perpanjangan Izin Tambang Vale hingga 2045 Telah Terbit

Perpanjangan Izin Tambang Vale hingga 2045 Telah Terbit

Whats New
IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Saham Hari Ini

IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Saham Hari Ini

Whats New
Harga Daging Ayam di Bawah HET, Mendag: Kalau Segini Terus-terusan Peternak Rugi

Harga Daging Ayam di Bawah HET, Mendag: Kalau Segini Terus-terusan Peternak Rugi

Whats New
Hibah Alat Belajar SLB Ditagih Bea Masuk Ratusan Juta Rupiah, Bea Cukai Sebut Ada Miskomunikasi

Hibah Alat Belajar SLB Ditagih Bea Masuk Ratusan Juta Rupiah, Bea Cukai Sebut Ada Miskomunikasi

Whats New
Wall Street Menghijau, Saham Tesla Melesat 15 Persen

Wall Street Menghijau, Saham Tesla Melesat 15 Persen

Whats New
Hari Buruh 2024, KSPI: Cabut Omnibus Law Cipta Kerja, Hapus 'Outsourcing'

Hari Buruh 2024, KSPI: Cabut Omnibus Law Cipta Kerja, Hapus "Outsourcing"

Whats New
[POPULER MONEY] Perbedaan Kondisi Ekonomi Saat Ini dengan Krisis 1998 | Cara Menjawab 'Apakah Ada Pertanyaan?' Saat Wawancara Kerja

[POPULER MONEY] Perbedaan Kondisi Ekonomi Saat Ini dengan Krisis 1998 | Cara Menjawab "Apakah Ada Pertanyaan?" Saat Wawancara Kerja

Whats New
Petugas KCIC Kembalikan Barang Penumpang Whoosh yang Tertinggal, Berisi Uang Rp 50 Juta

Petugas KCIC Kembalikan Barang Penumpang Whoosh yang Tertinggal, Berisi Uang Rp 50 Juta

Whats New
AdaKami Buka Kemungkinan Kerja Sama dengan Perbankan jadi 'Lender Institusional'

AdaKami Buka Kemungkinan Kerja Sama dengan Perbankan jadi "Lender Institusional"

Whats New
Investasi Apple di Indonesia Capai Rp 1,6 Triliun, Bahlil: Belum Ada Komunikasi ke Kami

Investasi Apple di Indonesia Capai Rp 1,6 Triliun, Bahlil: Belum Ada Komunikasi ke Kami

Whats New
Cara Isi Saldo GoPay lewat Aplikasi DANA

Cara Isi Saldo GoPay lewat Aplikasi DANA

Spend Smart
Cara Cek Nomor Rekening BSI dengan Mudah

Cara Cek Nomor Rekening BSI dengan Mudah

Spend Smart
Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke